Follower

Thursday, September 27, 2018

Agar Wajahmu Senantiasa Cerah 1



By
Mujiburrahman Al-Markazy


Setiap manusia memiliki kesibukan yang seabrek setiap hari. Mulai dari bangun tidur sampai akan tidur lagi. Waktu yang diberikan oleh Allah seakan tidak mencukupi untuk memenuhi sekian banyak jadwal kesibukan. Sehingga, ada yang berandai-andai untuk memiliki 36 jam dalam sehari semalam. Harapan itu hanya disebabkan oleh pola hidup yang serba instan dan pengharapan duniawi yang begitu tinggi, sehingga melupakan sisi-sisi kemanusiaan sejati, yakni sisi sosial dan spiritual.

Begitu banyak jadwal, begitu banyak angan-angan yang hendak dicapai, sehingga melahirkan tekanan hidup disebabkan oleh pola hidup yang tidak tertata lagi. Sisi kemanusian yang telah penulis sebutkan sebelumnya. Dampak dari sekian banyak tekanan dalam kehidupan, sampai seseorang itu lupa untuk apa dia bekerja. Seakan hanya untuk memenuhi keinginan bos atau memenuhi keinginan klien. Tendensi ambisius yang begitu menggelora akan melahirkan pribadi kamuflase. Pribadi yang menampilkan kebaikan, jika ia mendapatkan kebaikan feed back. Kebaikan yang hanya diukur secara materi, bukan secara moriil apalagi spirituil.

Hati diliputi dengan tingginya angan-angan. Posisi, capaian prestasi, tendensi ingin memiliki barang mewah dan gaya hidup serba wah, telah mewarnai pola hidup. Bahkan untuk sekedar memberikan senyuman kepada tetangga, anak-anak, istri, apalagi teman sebangku pada kereta atau pesawat telah terlupa. Hidup dipenuhi dengan hitungan matematika materi, “kalau saya senyum kepada dia, saya dapat apa?

Bukan hanya itu, apabila disaksikan orang lain berbuat kebaikan kepada orang lain. Ia akan bergumam, “Alah, paling juga ada maunya.” Kehidupan kita telah terkikis dengan pola hidup robotik yang entah dari mana awalnya, mengalir begitu saja merasuk kedalam pola kehidupan ketimuran kita. Kehidupan yang mendorong orang untuk berbuat lebih demi target materi yang disodorkan. Bahkan sekedar untuk tersenyum dan berdamai dengan diri sendiri dan menularkan kebaikan ilahiyah kepada orang disekeliling kita telah kosong dan hampa. Hidup kosong melompong dari sisi humanisme keagamaan.

Berikut ini penulis mencoba untuk menjabarkan beberapa cara dan tips agar setidaknya membuat hidup kita lebih tentram dan nyaman dalam menjalani aktifitas kehidupan kita. Agar nilai-nilai kemanuisaan kita tidak pudar dan menjadi pribadi yang bermartabat tanpa kehilangan jati diri sebagai hamba ilahi, makhluk sosial dan makhluk yang memiliki kesenangan dan cita-cita.

1.      Senangkan Allah

Pagi hari kita terbangun dalam keadaan yang sehat, udara begitu fresh, segar alami. Untuk  stok makanan hari itu masih mencukupi. Harusnya itu adalah hari yang membahagiakan kita, tidak perlu bandingkan kehidupan kita dengan preside, umpamanya, atau pengusaha yang punya miliaran. Kitapun bisa menikamati kehidupan kita untuk hari itu. Sangat naif sekali jika hidup kita hanya terbayang-bayangi dengan kelamnya masa lalu dan terobsesi dengan kehidupan masa yang akan datang. Tanpa bisa menikmati waktu dan kehidupan detik ini, menit ini dan hari ini. Nabi Muhammad saw, mengajarkan kita bagaimana menyikapi hidup dan berbahagialah untuk hari ini. Berbahagialah sekaranag.  
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah menjadi miliknya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).

Jika kita melihat keadaan manusia pada umumnya, kebanyakan bangun di pagi hari, masih memiliki ketiga potensi itu. Pertama, bangun pagi dalam keadaan aman baik diri, keluarga dan masyarakata. Bukan hidup pada zaman perang atau kerusuhan, atau sedang dirundung gempa bumi, pokoknya hari itu aman. Potensi kedua adalah bangun pagi dalam keadaan bugar dan sehat. Potensi yang ketiga adalah memiliki rezeki yang cukup untuk hari itu. Nabi saw, mengkongkritkan dengan kata, tersedianya makanan pokok untuk hari itu. Coba lihat, Nabi menekankan untuk hari itu saja, bukan untuk sepuluh tahun lagi. Cukup persedian bahan makanan untuk hari itu. Maka, beliau saw, menyampaikan seakan-akan telah berkumpul seluruh kebaikan dunia pada dirinya.

Cuman, kebanyakan manusia hanya mengejar dan mencari sesuatu diluar dirinya. Padahal hari itu harusnya dia enjoy dalam menjalani kehidupan. Ia laksana seorang raja yang telah memiliki seluruh isi dunia. sayangnya ia tidak memaksimalkan potensi ketiga untuk beribadah dan mengabdi kepada sesama. Itulah cara terbaik menyenangkan Allah.

Bagaimana seseorang itu bisa hidup tenang, makan dari hasil bumi Allah, tinggal di atas bumi Allah, bernafas menggunakan udara ciptaan Allah, dirinya sendiri yang adakan adalah Allah, keluarganya, anak keturunannya, kerabatnya, negaranya, everything, semua milik Allah. Bagaimana ia bisa hidup tenang tapi tinggal numpang dirumah orang tapi bermasalah dengan pemiliknya. Kita tidak sadar dengan tidak mentaati Allah atau melanggar perintahnya itu sama saja kita mencari gara-gara dengan Allah. Kita seakan mau bertingkah dan menentang Allah. Inilah penyebab mengapa hidup selalu rumit padahal secara materi seluruhnya telah dimiliki.

Sekedar ilustrasi singkat. Ada orang yang kredit mobil atau motor, katanlah seperti itu. Ketika jatuh tempo, ia ditelpon dan ditagih oleh debt collector, sang penagih hutang. Bagaimana perasaannya. Gelisah akan hadir. Makan, mikirin hutang, tidur mikirin hutang, ke kantor mikirin hutang, apalagi ditelpon oleh nomor yang tidak dikenal, mau angkat saja, ragu. Jangan-jangan si penagih itu.

Walaupun, kita bisa memberikan alasan dan penundaan, tetap saja, kita akan ‘sedikit’ merasa gelisah. Ini baru bermasalah dengan yang punya pembiyaan motor atau mobil. Bagaimana kalau diri kita bermasalah dengan orang yang menguasai seluruh seluk beluk kita? Pantaas saja hidup terasa hampa, saat kita jauh dari-Nya.

Ketika kita mendekat kepada Allah swt, maka Allah akan ‘mendekap’ kita. Allah akan senang kepada kita. Dalam hadits qudsi Allah swt, berfirman.

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

Bahkan tidak hanya itu, Allah begitu rapat dan akrabnya kepada orang yang pe de ka te dengan Dia. Hem, beruntungnya orang itu. “Tidak henti-hentinya hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunnah. Sehingga aku menajdi tangannya yang dengannya dia gunakan untuk memegang. Aku menjadi kakinya yang dengannya dia gunakan untuk melangkah. Aku menjadi matanya yang dengannya dia gunakan untuk melihat. Aku menjadi telinganya yang dengannya ia gunakan untuk mendengar.” (HR.Bukhari-Muslim).

Alangkah bahagianya hidup jika ‘yang punya dunia’, senantiasa bersama kita setiap saat. Menjadi orang yang Allah cintai dan ridhoi adalah suatau anugerah terbesar dalam hidup.dapat cinta dari manusia saja, bagitu indahnya. Apalagi dicintai dan diridhoi oleh Allah. Siapa sih, yang tidak mau? Hidup akan begitu nyaman jika diridhoi oleh pemilik dunia ini.

2.      Tahajud

Hidup di dunia ini adalah hidup dalam gelombang yang tidak pasti. Apa yang ada di depan kita hanyalah berupa prediksi. Bahkan, apa yang ada dalam genggaman kita belum pasti milik kita.

 لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ

“Kepunyaan Allahlah, seluruh isi langit dan Bumi.” (QS. Al-Baqarah: 284)

Ketika Rasulullah saw, akan melakukan dakwah. Ia telah lama bertafakur dan berkontemplasi tentang makna kehidupan di Gua Hira. Begitu intimnya beliau saw, dengan Allah. Senantiasa memohon petunjuk kepada Tuhan Pemilik Langit dan Bumi untuk memberikan petunjuk, tentang hiruk-pikuk, masyarakat lokal, tanah Hijaz dan global, seluruh dunia. Kerusakan diseluruh dunia pada saat itu telah merata, miras, judi, zina, yang kuat menindasa yang lemah. Kezaliman demi kezaliman terjadi. Beliau yang begitu lembut hatinya ingin merobah keadaan yang tidak elok itu. Untuk memulai misi merubah dunia yang begitu luas dan kompleksitas permasalah setiap daerah yang begitu mewabah. Beliau ‘galau’, risau,  memikirkan keadaan umat. Ini suatu permasalahan besar.

Nabi saw, telah menjadi pedagang kaya raya sebelumnya. Seluruh hiruk-pikuk dan hedonisme masyarakat global telah ia saw, saksikan. Berdagang sampai Persia dan Rumawi kala itu. Beliau saw, telah menyaksikan pemandangan yang tidak seharusnya. Yang kuat menzalimi yang lemah, perang antar suku yang tidak berkesudahan, penyembahan kepada sesuatu yang diciptakan sendiri. Suatu pemandangan yang ironi, jika dipandang dengan hati yang jernih tanpa tercampur virus-virus kerusakan. Ia bertafakur di dalam gua Hira, lima tahun lamanya, sejak usia 35 sampai 40 tahun. 

Tidak sampai di situ, setelah mendapatkan wahyu tentang Iqra, belum lagi ada perintah langsung untuk berdiri tegak, lantang dihadapan manusia untuk dakwah. Belum ada intruksi tegas untuk dakwah. Beliau baru sekedar konsultasi kepada orang-orang ahli dan orang dekatnya. Diberitahulah Istrinya, kemudian dibawalah beliau ke Waraqah bin Naufal untk konsultasi. Waraqah adalah seorang pendeta dan ahli seluruh kitab-kitab samawi. Waraqah, memperteguh keyakinannya, bahwa dialah saw, yang akan menjadi Nabi akhir zaman. Yang beliau dapat di gua hira adalah namuz, seperti para nabi yang lain dapatkan sebelum melakukan tugas suci.

Selepas itu, belum lagi selesai. Perintah berikutnya sebelum dakwah secara terbuka adalah tahajud. “Yaa ayyuhal muzammil. Qumil laili illa qaliilaa. Nisfahu awingkush minhu qoliila. Awzid ‘alaihi warattilil qur’aana tartiila. Inna tsanulqi ‘alaika qoulan tsaqiila.

“Wahai orang-orang yang berselimut. Bangun dan dirikanlah shalat walaupun sedikit (dua rakaat), atau kamu dirikanlah sholat sejak tengah malam, atau kamu tambah lagi seluruh malam dan bacalah Al-qur’an dengan tartil. (Karena) Kami akan karuniakan kepada kamu qaulan tsaqila, perkataan-perkataan yang berbobot.”(QS. Al-Muazammil: 1-4)

Setelah Nabi shallallahu Alaihi Wasallam, dikaruniai qaulan tsaqilah untuk dakwah, face to face, sosialisasi orang ke orang, bergerilya secara sembunyi-sembunyi barulah Nabi saw, dirusuh dakwah secara terang-terangan dengan diturunkan Surat Al-Mudatsir.

Intinya bahwa, dengan tahajud beban paling berat dalam hidup pun akan dimudahkan oleh Allah swt. Tahajud membuka kelapangan hati. Ketika orang sudah drop dalam menghadapi masalah , tapi bagi ahli tahajud, ia masih bisa menanggapi dengan berbagai macam jalan keluar. Kenapa demikian, karena dihatinya ada sejumlah ketakwaan yang tidak dimiliki oleh orang yang tidak bertahajud. Janji Allah kepada orang yang takwa di awal surat At-Tholaq ayat 2. Tentang sebuah garansi, diberikan jalan keluar bukan satu, tapi sangat banyak.

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, akan diberikan jalan keluar dari setiap masalahnya.” (QS. Ath Thalaq: 2)

Ulama tafsirkan makna “Makhraja” adalah berbagai macam jalan keluar. Bukan satu, tapi banyak. Ketakwaan yang sempurna bisa didapatkan dengan banyak menjaga qiyamul lail, tahajud. Orang yang menjaga tahajud akan diberikan maqomam mahmuda, satu derajat takwa yang terpuji lagi tinggi.

Bayangkan masalah yang begitu pelik dihadapi oleh Nabi saw, dengan tabah dan bisa berhasil sukses dengan gemilang membawa umat manusia dan menghapuskan perbudakan dengan sistem denda apabila melakukan pelanggaran dalam menunaikan amalan. Beliau sukses besar, the greatest successes. Kalau kita bandingkan dengan problematika kehidupan kita yang hanya seputar memperbaiki keluarga, organisasi, diri sendiri dan sebagian tatanan masyarakat, belum apa-apa dengan permasalahan pada awal perjuangan Islam. Begitu sulit dan sangat susah. Beliau bisa sukses dengan bermodalkan tahajud, mengapa kita tidak bisa meniru jalan tersebut. Mulailah dari sekarang dengan merutinkan bangun malam, tahajud, untuk mengkonsultasikan permasalah kita langsung kepada Dia yang memiliki seluruh isi dunia. Hanya dari Dialah masalah dunia dan akhirat kita bisa selesai.

3.      Membaca Al-Qur’an

Ketika pikiran sedang kalut, cobalah, berwudhu, menggenggam Al-qur’an menghadaplah ke kiblat. Bacalah Al-qur’an helai demi helai. Biarkan suasana hati terbawa dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Seiring dengan itu, hati akan terbawa kepada satu titik alfa, titik ketenangan. Perlahan suasan hati semakin teduh titik teta, sangat tenang. Jika terus dihayati dan dilantunkan kalam suci itu dengan suara merdu, suasana hati atau otak akan sampai ke puncak ketenangan yakni titik delta, pada titik ini tubuh akan memperbaiki jaringannya sampai ke tingkat sel secara perlahan. Level ketenangan otak dan hati ini pernah dikemukakan oleh beberapa ahli ternama. Salah satunya oleh David Cohen, seorang fisikawan asal Kanada yang mendalami biomagnetik.

Apabila hati masih belum sampai pada level ini bacalah terus, biarkan hati ‘curhat’ mengalir menuju Allah. Biarkan lisan terus melantunkan kalam suci-Nya. Ketika hati mulai pasrah dan berserah hanya kepada keinginan Ilahi. Saat itulah hati akan hinggap pada ‘dahan’ yang sejuk dan nyaman. Sesaat dirasakan kesejukan dan ketenangan batiniah. Ketika telah sampai pada level ini, maka permasalahan dunia akan sirna dan terbuka jalan untuk menemukan solusi terbaik dari permasalah yang dihadapi.
  
4.      Senangkan Orang lain

Ada sifat segelintir orang yang suka mencari kesenangan, dengan membuat orang lain menjadi susah. Bersaing dalam bisnis atau memperebutkan posisi kepemimpinan dalam sebuah organisasi, perusahan, atau dalam kehidupan bermasyarakat. Demi memperoleh posisi itu. Menjatuhkan saingan politik bukan lagi soal, semua ditempuh. Kesenangan seperti hanyalah sebuah ilusi dan tipuan nafsu belaka. Kelihatan seolah dinikmati, padahal tersimpan kegelisahan yang dalam. Takut kalau ada lagi saingan lain yang bisa menggoyahkan tampuk kepemimpinan.

Sedangkan ada satu jenis kesenangan yang bila dimiliki. Maka, kesenangan itu akan abadi dan orang pun tidak ingin ‘merampas’ kesenangan yang dimiliki itu. Yaitu, kesenangan yang diperoleh dengan membuat orang lain menjadi senang.

Cara membuat orang lain senanang bisa dengan berupa memberikan sesuatu yang disukai atau menjauhkan dari perkara yang dibenci. Bahkan, bisa saja hanya berupa doa yang dipanjatkan untuk kebaikan orang lain.

“Wahai saudaraku, semoga dihari yang indah ini, kamu dikaruniai rezeki yang berlimpah, istri dan keluarga kamu sehat wal afiat dan dijauhi mara bahaya.” Ini perkataan yang tidak memburuhkan banyak tenaga apalagi biaya. Modal yang sedikit, sesuai prinsip ekonomi, modal kecil untung gede. Tahukah, sejauh apa efeknya? Orang yang didoakan akan tersenyum. Dia akan senang dengan perasaan yang tidak bisa digambarkan. Pada saat detik yang sama kita akan merasakan minimalnya merasakan seperti apa yang ia rasakan, bahkan bisa lebih lagi kebahagiaan itu mengalir di dalam hati kita. Minimalnya, ia akan mendoakan balik kepada kita.

Pantaslah, Nabi saw, menyampaikan, orang yang lebih dahulu dalam memberikan salam adalah lebih mulia daripada yang diberi salam. Seperti mahfum hadits yang lain, “Tangan di atas lebih baik dari tangan yang dibawah.” Maknanya, yang memberi lebih utama atau lebih mulia daripada yang diberi atau yang menerima. Yup, senangkan orang lain maka Allah akan senangkan kamu.

وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. [HR Muslim: 2699, at-Turmudziy: 1930)

5.      Tidak Berhutang

Siapa yang tidak memiliki hutang? Mungkin sangat kecil atau sanagat sedikit. Yang kami maksud disini adalah, utang yang melebihi kapasitas dalam membayar. Tanpa disadari, jiwa konsumtif dan ingin bersaing dalam life style tanpa melihat daya dan kemampuan untuk menutupi hutang, telah menjangkit pada sebagian besar masyarakat modern kita.

Ada efek negatif lainnaya selain efek positif untuk memacu orang tersebut dalam berupaya lebih maksimal. Tapi tanpa disadari, ia telah terjatuh kepada usaha yang berlebihan, bahkan, tidak jarang, karena begitu banyak tuntutan hidup. Ia rela untuk korupsi, alias menggelapkan dana proyek. Dana proyek di kantor yang seharusnya cukup, ia ‘cukup-cukupkan’. Maksudnya ia press dananya, kemudian minta nota kosong dari tempat perbelanjaan dengan plus stempel. Ia membuat mark up dana bahan proyek tersebut. Kalau pihak toko tidak jeli, pihak toko bisa saja dianggap ikut terlibat dalam berkolaborasi mark up tersebut. Ini satu sisi.

Pada sisi yang lain, membuat hutang dengan gaya hidup serba jatuh tempo. Membuat orang lain menjadi tidak nyaman dalam menikmati hidup. Katakanlah, jatuh tempo pada akhir bulan. Begitu uang yang dia miliki pada awal bulan sudah terpakai pada keperluan mendesak lainnya. Maka, ketika jatuh tempo pada akhir bulan ia akan ‘ngumpet’ alias lari dari kenyataan.

Pasti orang yang hidup dengan pola dan gaya tuntutan jatuh tempo seperti ini, akan gelisah permanen pada waktunya. Penyebab utamanya adalah mengikuti gaya hidup yang tidak proporsional dengan kemampuan isi dompet. Sehingga, ada yang mengambil pelajaran dari rumus fisika, pada Hukum Pascal. “Tekanan didapat dari banyaknya gaya yang diberlakukan terhadap luas permukaan.” Artinya apa, jika semakain banyak gaya dalam kehidupan yang tidak sesuai dengan kapasitas ‘diri’ dalam menampung efek dari gaya tersebut, maka ‘nilai’ tekanan hidup akan semakin meningkat. Dengan kata lain, semakin besar tekanan hidup adalah hasil bergaya yang melebihi kemampuan individu. Hindari banyak gaya, jika kapasitas hidup biasa saja. Hutang akan berbanding lurus dengan gaya hidup meningkat dan kemampuan atau kapasitas yang tidak meningkat alias sudah dipaksakan. Itu.

6.      Yakin Kepada Qadha dan Qadar

Dalam hidup dan kehidupan, ada banyak perkara yang telah kita usahakan untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi atau yang akan terjadi. Kita telah berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisisr permasalah yang mungkin akan terjadi. Segala daya dan upaya telah dilakoni. Toh, pada saat dan posisi tertentu, yang dikahwatirkan itu malah terjadi, itu adalah takdir.

Dalam memahami hal ini, tidak bisa serta merta. Terkadang bagi sebagian orang ketika ditimpa keburukan, ia katakan ini takdir, tapi ketika ia ditimpa kebaiakan, atau kebaikan yang ia cita-citakan terwujud ia katakan, “Ini adalah hasil dari jerih payah saya.” Padahal ia pun harus mengatakan, “Memang saya sudah berusaha maksimal, tapi semua ini terjadi berkat pertolongan Allah semata.” Kenapa demikian, karena apa saja kebaikan yang kita usahakan adalah dari Allah swt. Allah taala ingatkan,

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Tidaklah kamu berkehendak, kecuali ‘rencanamu itu’ telah dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)

Ketika seseorang lupa dengan posisinya. Maka ia akan kehilangan banyak hal. Ketika ia tidak berusaha, kemudian ada keburukan yang menimpanya, maka ia ‘mengkambing hitamkan’ takdir. Sungguh iatelah keliru dalam hal ini. Kebaikan yang harusnya bisa ia peroleh dengan berikhtiar ia tinggalkan karena tertipu dengan rasa malas dan keyakinan yangkeliru. Allah ingatkan, “Maa ashoba min hasanatin faminallah. Maa ashoba min sayyi’atin famin nafsik.” “Apa saja kebaikan yang menimpa kamu, itu adalah pertolongan dari Allah, tapi apa saja keburukan yang menimpa kamu, jangan kamu salahkan orang lain kecualai diri kamu sendiri.” (QS. An Nisa: 79)

Dengan memaksimalkan usaha, dan tetap memohon pertolongan Allah swt. Akan menghasilkan pribadi yang tidak lupa diri ketika sukses dan tidk berpustus asa ketika ‘gagal’. Ia akan menjadi pribadi yang visioner dan apa adanya ketika berhasil dan ‘gagal’. Karena dalam keyakinannya dibalik usaha maksimal dari seseorang telah ‘terhidang’ takdir ilahi yang pasti akan lebih baik dari yang ia kirakan sebelumnya.

Penutup

Sebelum kita akhiri diskusi ini. Penulis ingin menyampaikan sedikit rangkuman tentantang pembahasan kita kali ini, agar wajah kita senantiasa cerah, berwibawa, tidak galau dalam menyikapi kehidupan yang serba  bersaing. Ada beberapa langkah yang perlu kita lakoni.

Pertama, jaga dan taati setiap rambu-rambu kehidupan yang ditetapkan Allah dalam kitabullah dan sabda nabi-Nya. Kedua, buatlahah jalinan pendekatan khusus kepada Allah dengan tahajud, agar keakraban kepada Allah terbangun intim.

Ketiga, senantiasa warnai hidup kita dengan lantunan suci Al-Qur’an agar hidup kita tidak kosong dan hampa. Usahakan Al-Qur’an dibaca disela aktifitas kita atau diawal hari. Keempat, jadilah kita menjadi penolong sesama, karena Allah telah menjamin pertolongan kepada siapa yang suka menolong sesama.

Kelima, berhutanglah yang sewajarnya, kalau terpaksa berhutang. Sebisa mungkin hindari berhutang yang sifatnya konasumtif. Hutang yang sifatnya produktif juga jangan sampai melebihi kapasitas kita dalam membayar cicilan hutang. Sebisa mungkin cicilan dibawah atau maksimal 50 % dari income pendapatan kita. Yang terakhir atau keenam, terimalah takdir yang Allah swt, tetapkan, bisa jadi takdir itu yang membuat diri kita lebih belajar dan mawas diri untuk bisa bangkit dari keterpusurukan dan bisa mengatasi konflik yang lebih besar dikemudian hari, karena kita telah terlatih dalam menghadapi saat terburuk. Berprasangka baiklah kepada Allah, maka Allah akan menutupi kekurangan dan kesalahan kita. Aammiin.


Selesai diedit di
Asera-Sulawesi Tenggara, 4 Oktober 2018
                                                                                               


Tuesday, September 4, 2018

Perang Terhadap Keburukan Diri Sendiri (Pembentukan Karakter III)




By

Mujiburrahman Al-Markazy

1. Kisah gajah mati kebakaran 

Dalam satu pertunjukan sirkus. Terkumpul beberapa hewan-hewan langka ketika beratraksi. Ada harimau, Gajah, pinguin dan lainnya. Dalam pertunjukan yang spektakuler itu semua penonton bersorak sorai. Acara ditutup dengan meriah. 

Pada tengah malam, ada kejadian yang luar biasa. Tempat pertunjukan itu kebakaran, entah apa penyebabnya. Setiap orang berusaha menyelematkan diri masing-masing. Tanpa terkecuali, setiap hewan juga berusaha meloloskan diri dari cengkraman maut itu. Ketika api dapat dipadamkan. Terdapat satu pemandangan yang bisa dibilang aneh. Gajah yang begitu gagah perkasa, mati terbakar di tempatnya. Bukan matinya yang mengherankan. Tapi gajah itu hanya diikat dengan tali yang boleh dibilang sebesar jari kelingking saja. Semua hewan yang sekandang dengan gajah telah berhasil keluar dari sangkarnya, dalam keadaan aman. 

Setelah ditanya kepada pemilik sirkus tentang gajah itu. Apa kira-kira sehingga gajah itu tidak meronta untuk melepaskan diri dengan berlari dengan paksa agar tali pengikatnya menjadi putus. Sang pemilik sirkus mulai mengulang dan mencari file-file memori dalam ingatannya. Ia berujar, “Oh mungkin ini. Dulu ketika gajah itu pertama kali saya pelihara saat masih kecil. Saya ikat gajah itu dengan tali seukuran itu. Ketika sang gajah kecil berusaha untuk melepaskan diri agar bisa kabur ke hutan selalu saja gagal. Bekas ikatan gajah tersebut telah menyebabkan sang gajah cilik telah luka.semenjak kejadian itu sang gajah tidak berusaha untuk kabur lagi. Luka itu telah mengajarkan sesuatu kepadanya. Semakin dilawan tali itu, semakin luka.”

Yah, ternyata gajah itu hanya takut kepada bayangan masa lalu. Bercermin dari kisah tersebut kita dapat mengambil hikmah Ilahiah tentang pelajaran hidup. Hari ini, banyak orang gagal untuk tidak maju dan berubah hanya karena berpatokan pada ‘tali yang menyebabkan memar itu’. Sehingga, mungkin saja seseorang itu mampu untuk melepaskan diri dari masalah yang sebenarnya. Tapi, kerena ia sendiri tidak bisa move on dari masalah lama, sehingga masalah yang dihadapi sekarang terwarnai oleh kegagalan lama. 

Banyak calon pengusaha, yang berani gagal alias takut untuk melangkah berikutnya hanya karena dibayang-bayangi oleh masalah lama. Gagal move on. Begitupun banyak yang memlih hidup menyendiri tanpa ada yang menemani dalam ikatan pernikahan yang suci, hanya karena asumsi seperti asumsi gajah terhadap tali ikatan itu. Begitupun banyak orang yang meninggalkan jalan hijrah, hanya karena masih ‘dihantui’ dengan ikatan tali lama. Ia tidak mau mencobah dengan sekuat tenaga untukberhijrah secara kafah dan terus-menerus.
Padahal Allah swt, memotivasi kita agar,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Bertakwalah kepada Allah dengan segenap kemampuan kamu.” (QS. At-Taghabun: 16). Allah perintahkan “Fattaqullaha mastatha’ tum.” Bertakwalah dengan segenap kemampuan,  Bukan diperintahkan, “Fattaqullaha maa syi’tum.” Bertakwalah sesuai kemauan kamu. Bukan sesuai kemauan, tapi sesuai kemampuan

Ada orang yang pernah hijrah, sekarang terjatuh dalam ikatan lama, kemaksiatan lagi. Maka, sekarang bangkitlah. Sebagaimana anak yang baru belajar bersepeda, kalau jatuh, tidak bersedih, terus bangun lagi dan mencoba lagi. Hem, masa kita mau kalah sama anak-anak sih. Malulah.

2. Tantangan dalam Ibadah

Ketika mau bangun tidur pagi itu, suara azan telah bersahut-sahutan, udara masih dingin. Halimun masih menyelimuti pegunungan dan rumah-rumah. Kain selimut penghangat badan pagi itu masih nikmat untuk ditarik kembali melanjutkan tidur. Ada dua perang berlangsung, antara langsung berwudhu dan menuju masjid, bagi laki-laki khususnya. Atau mau nyaman dengan ina bobo dari bisikan nafsu dan syaithan. Perang berkecamuk. Kedua pertai koalisi, nafsu dan syaitan versus keimanan dan malaikat. Hakim penentu atau dewan juri yang akan mengumumkan siapa pemenang adalah hati. Siapa yang akan dimenangkan. Benarlah dalam sebuah mahfum hadits Rasulullah saw, tentang dua jenis orang yang berangkat dipagi hari. “Barangsiapa yang berangkat dipagi hari ke masjid sebelum ke aktivitas yang lain, maka hari itu ia membawa panji-panji keimanan. Dan barangsiapa langsung pergi ke tempat kerja tanpa berngkat sholat shubuh, maka di tangannya hari itu ada panji-panji syaithan. 

Suatu ketika Nabi Shallallahu Alaiahi Wasallam, mengabarkan tentang pentingnya kita menangkan diri kita dalam mengerjakan subuh sesuai cara beliau, berjamaah. Beliau mengisyaratkan, “Siapa yang menjaga sholat shubuhnya maka Allah menjadi penjaminnya hari itu. Ia berada dalam perlindungan yang kokoh.” Ajib. Kita hanya disuruh menangkan diri kita atas nafsu syaitaniyah dan nafsu hewaniyah kita di subuh hari. Setelah itu, lihatlah apa yang Allah buat untuk kamu hari itu. Yang pertama, diberikan panji keimanan, alias kamu akan diberi kekuatan untuk berlaku amanah dalam melakukan tugas di hari yang melelahkan itu. Tidak culup sampai di situ, kamu akan diberikan reward kedua adalah mendapatkan asuransi penjagaan dari Allah, bahwa hari itu kamu dalam keadaan aman. Semua kekhawatiran diangkat, tinggal kamu yakin aja.

مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ مَنْ يَطْلُبْهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ يُدْرِكْهُ ثُمَّ يَكُبَّهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ

Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan (penjagaan) Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari (siapa yang telah) dijamin oleh Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 163) 

Bonus-bonus yang lain, yang sudah familiar orang tau adalah diberikan kekayaan yang luar biasa pagi tiu. Yakni, diberikan pahala dengan aset kekayaan melebihi dunia dan segala isinya pada setiap dua rakaat sunnah yang dikerjakan. Harta itu masih disimpan di deposito akhirat. Bisa cair, kalau kamu sudah memasuki rumah transit di kubur nanti, deposito akan cair sesuai kebutuhan anda di sana. Rumah hunian idaman, disertai taman yang asri dilengkapi dengan fasilitas pasar dan kendaraan yang bebes biaya. Dilayani dan dikelilingi oleh pelayan-pelayan yang lux dan mewah, kecantikan dan kegantengan mereka melebuhi kecantikan wanita tercantik dunia 70. 000 kali lipat. Itu baru pelayan dan dayang-dayangnya, bukan permaisurinya. Permaisurinya siapa? Ya, istri kamu yang sholehah pastinya, karena dia akan dihias 500 tahun sebelum kaum leleki masuk surga. Ia akan dipermak sempurna, kecantikanan standarnya adalah 70. 000 kali lebih cantik daripada semua pelayan-pelayan tercantik itu. 

Allah swt, ibaratkan dengan, “Kaamtsali lu’lu’il maknun.” Seperti mutiara-mutiara yang bertaburan. 

وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَنْثُورًا

“Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.” (QS. AL-Insan: 19)

Maka dalam memenej nafsu agar tidak salah arah. Sampaikan pada dia, apakah dia rela kehilangan kesempatan emas hari itu dipagi hari? Reward yang segitu banyak? Jika tidak, maka bergegaslah, tinggalakan selimut malasmu dalam menggapai ridha ilahi. Tinggalkan selimut malasmu untuk berlaku ihsan kepada sesama, tingglakan selimut malas mu dalam membaca Al-Qur’an.tinggalkan selimut malasmu dalam meringankan beban orang lain, terkhusus, orang tua, guru-guru kita kemudian orang terdekat kita dan orang yang dibawah tanggungan kita. 

3. Kehausan Terhadap Teburukan

Terkadang dalam sibuk dan rutinitas kita, nampak ibadah sudah tidak lagi nikmat. Pemandangan akhirat kadang jadi buram. Hedonisme dan cinta dunia mulai menguat seiring banyaknya job dan tawaran kerja. Seakan arah kompas tak lagi ditengok, Allah di ujung tujuan mulai terasa ‘kabur’. Kesibukan dunia mengikat. Sana-sini terlihat sosok-sosok manuisia yang senantiasa telah tenggelam dengan nafsu angkara. 

Terkadang mulai bisikan itu mengalir. “Coba kamu lihat, hidup mereka hepi saja tuh, kenapa sekali-kali kamu tidak cobain seperti mereka.” Sementara bisikan hati mulai sayu kedengaran. Lantaran sudah sunyinya telinga dari mendengar nasehat dari ahli hikmah. Pergaulan yang keseharian terjebak dalam hitungan angka-angka duniawi. Hati meronta meronta melihat kecenderungan badan, tapiu ia lemah untuk mengontrol, mata, tangan, kaki, harta, tak mampu lagi hati mengontrol, iman tak bisa lagi dipatuhi. Serasa jalan, telah melewati trotoar ilahi. 

Ketika kecondongan itu kita perturutkan. Maka mulaila jala-jala syetan merapat, setahap menuju tahap berikutnya. Terus-menerus digempur dengan keinginan dan kebahagiaan yang fatamorgana. Hati semakin ingin, ketika dilakukan, kepuasan dan ketentraman itu tak kesampaian. Nafsu semakin haus, tenaga semakin berkurang, harta semakin habis, keseimabngan hidup makin terganggu, semua yang terdengar seoalah bahaya. Ia hanya merasa nyaman dalam limpangan dosa itu. Selalu diintipi kesempatan untuk lagi-lagi dan lagi dalam buaian dosa tapi setitik ketenangan yang ia dambakan tak kunjung diraih, laksasna meneguk air asin, semakin diteguk, akan semakin haus.

Wahai nafsu, kembalilah. Kemerdekaanmu bukan pada pembiaran dirimu dituruti tanpa batas ilahiyah. Kemerdekaanmu berada ketika kamu salurkan di atas rel ilahiyah. Kembalilah wahai nafsu. Berapa banyak kerusakan dan kehancuran sudah engkau torehkan. Tanpa engkau sadari mata yang pernah melihat engkau, telinga yang pernah mendengarmu ikutan hancur bersama dengan kehancuran yang menimpamu. Diamlah wahai nafsu. Diamlah dalam menyelami laautan ketaatan, teguklah sedikit demi sedikit jamu pahit terapi kejiwaan. Kamu butuh kawan soleh mu, kamu buruh majelis ilmu dan zikirmu, kamu butuh Allah mu. Kembalilah. Gunakan semua media yang bisa mengantarmu kembali lagi menuju jalan Tuhan Yang begitu Pengasih, Penyayang, Sabar menunggumu pulang kembali ke Jalan-Nya. Dia yang begitu tulus dan sabar melihatmu dalam linangan dosa, tapi senantiasa mencukupkan rezeki kepadamu agar kamu sadar dan mencari jalan pulang. “Innallaha yuhibbu tawwabina wayuhibbul mutathohiriin.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
 Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan (jiwanya).” (QS. Albaqarah: 222).



                                                            Rabu, 5 September 2018, Pukul 08:05 WITA
                                                            Wanggudu, Asera, Sulawesi Tenggara
                                                Ditemani nyanyian zikir kicauan burung di dhuha yang cerah.