Follower

Tuesday, October 23, 2018

Membangun Masyarakat Berbasis Masjid 1


by 
Mujiburrahman Al-Markazy

Masjid adalah rumah Allah dan rumah seluruh kaum muslimin. Seluruh aktivitas jika dilakukan melalui masjid maka bobot pahala dan nilainya meningkat. Perhatikan saja, jika sholat yang dilakukan di rumah berpahala satu, tapi bila dilaksanakan berjamaah di masjid maka akan bernilai 27 kali lipat. Penyebabnya adalah karena langkah kaki, pengorbanan waktu silaturahim yang semua memiliki pahala tersendiri dan menghasilkan pahala berjamaah.

Masjid selain berfungsi sebagai pusat ibadah juga berperan sebagai fungsi sosial. Dengan sering berjamaah di masjid dapat diketahui keadaan sosial kemasyarakatan. Ada yang meninggal dunia, ada yang sakit, ada kerja bakti, naiknya harga barang, kasus sosial lainnya, semua bisa menjadi bahan temu rembuk dan dicarikan solusinya melalui masjid.

Masjid juga sebagai basis informasi dari masyarakat antar jamaah masjid. Di sela menunggu waktu sholat terjadi perbincangan dan keakraban yang sudah terjalin. Ini termasuk satu potensi umat yang perlu diperhatikan untuk membangun peradaban umat. Masjid juga merupakan sarana komunikasi dan silaturahim yang potensial, berjabat tangan dan berbincang selepas sholat adalah hal biasa dan tidak tabuh. Di situlah wahana komunikasi dan silaturahim terjalin, sehingga permaslahan masyarakat dapat dikerahui dan bisa dicarikan jalan keluar.

Pada sisi lainnya, masjid bisa menjadi pusat bisnis dan membangun perekonomian umat. Jika kita melihat cara Rasulullah saw., dalam membangun dan mensiasati perekonomian kaum muhajirin dan anshar. Ketika awal mula membangun peradaban dan kenegaraan di Madinah, Nabi saw., memulai program pemberdayaan umat melalui manajemen dan tata-kelola potensi masjid. Setelah Rasulullah saw, berhasil membangun pola tauhid, keimanan dan semangat peribadatan ummat. Rasulullah saw, memulai program pengentasan kelemahan perekonomian umat lewat persaudaraan muhajirin dan anshor yang dikelola dengan sistematis ketakwaan.  

Manajemen membangun perekonomian umat dimulai dengan semangat persaudaraan karena dorongan cinta karena Allah. Rasulullah saw., memulai dengan mempersaudarakan antara orang Anshar dan muhajirin, yang kaya dipersaudarakan dengan yang miskin, sehingga semangat saling tolong menolong yang diamanatkan Oleh Allah swt dalam Al-Qur’an bisa terealisasi dengan baik.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Saling tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa. Dan janganlah saling tolong-menolong dalam dosa dan kemaksiatan.” (QS. Al-Maidah: 2)

Begitu antusias semangat persaudaraan yang dibangun, maka sampai ada seorang sahabat anshar yang rela menginfakan separuh hartanya kepada saudara muhajirinnya. Ada yang mau membagi dari jumlah tanah pertanian yang telah dikelolanya agar digunakan oleh sahabat muhajirinnya. Ada malah yang lebih ekstrim, meminta agar memilih dari sekian istri cantik yang dimiliki untuk dia ceraikan dan kemudian akan dinikahi oleh sahabat muhajirinnya, selepas masa iddah mantan isterinya. Demikianlah pola perekonomian dan ketahanan social kemasyarakatan yang dibangun dengan landasan ketakwaan oleh Rasulullah saw.

Berkaca pada potret sahabat nabi terdahulu, maka kami bermaksud untuk mengusulkan program peningkatan iman dan takwah jamaah masjid sekaligus meningkatkan rasa empati dan peduli sesama yang diharapkan dapat membangun peradaban madinah terdahulu. Agar tercipta masyarakat yang beriman, bertakwa, bersaudara dan kuat perekonomian serta sosial kemasyarkatannya. Metode yang akan digunakan adalah metode dakwah yang dibangun dengan basis data yang kompleks agar bisa mendata kaum duafa dan pengangguran di sekeliling masjid. Menumbuh-kembangkan semenagat berinfak jamaah masjid, Memaksimalkan fungsi infak jamaah, tidak lagi pada pembangunan fisik masjid, tapi juga menyentuh masalah kemasyrakatan, baik yang bersifat santunan sosial dan membangun perekonomian umat.

Program yang akan dikembangkan antara lain:

1.      Mendata kekuatan dan kelemahan jamaah dan masyarakat di sekeliling masjid dari seluruh aspek. Baik dari aspek, intensivitas berjamaah 5 waktu dan jum’atan di masjid, data kemampuan berinfak di masjid selama ini. Mendata yang berhubungan dengan sudah haji atau umroh. Ketika Iedul-Qurban sudah berqurban atau belum, ada kemampuan atau tidak. Mendata yang berhubungan dengan pekerjaaan dan pengangguran jamaah dan masyarakat.  

2.      Benar-benar menjadikan masjid sebagai sentra pembinaan umat baik pembinaan yang berhubungan dengan keimanan, peribadatan, keilmuan dan sosial kemasyarakatan.

3.      Mensosialisasikan kepada masyarakat dan jamaah masjid, bahwa masjid di samping untuk membangun semangat keimanan dan ketakwaan, masjid juga dijadikan pilar untuk saling berbagi dan peningkatan taraf dan perekonomian jamaah dan masyarakat.

4.      Meningkatkan semangat dan nilai infak jamaah pada setiap hari, pekan, bulan dan tahun.

5.      Mengadakan program beasiswa kepada jamaah dan masyarakat yang dianggap layak dibantu dan memiliki potensi.

6.      Membuat kajian harian di masjid, setiap ba’da magrib dan subuh untuk memancing peningkatan jamaah sholat.

7.      Membuat program silaturohim sekaligus temu, sapa, data keadaan masyarakat dan jamaah masjid maupun yang masih diluar masjid.

8.      Mengoptimlkan sentra pendidikian di masjid baik pada level, anak-anak, remaja, ibu-ibu dan para suami atau kepala keluarga.

9.      Memberikan pinjaman dan modal usaha kepada warga yang layak di bantu dengan menjadikan infak sebagai fungsi memonitoring perkembangan usaha dimaksud dengan jangka waktu tertentu.

10.  Membangun training kader masjid yang berhubungan dengan, keimanan, penyelenggraaan jenazah, khutbah, dan ibadah lainnya. 

Alhasil, usaha apapun yang kita bangun tanpa pertolongan Allah dan kerja sama dari kalangan kaum muslimin untuk memajukan dan menumbuh kembangkan potensi masjid dan jamaah masjid, maka semua usaha hanya akan mencapai titik perhentian di terminal yang tidak diketahui keberadaanya. Harapan dari penulis dan semua pihak agar mari kita bergandeng tangan untuk mewujudkan masyarakat yang beriman, bertakwa, berakhlakul karimah dan peduli kepada sesama. Diharaapkan lagi bisa menularkan semangat tersebut untuk membangun masyarakat madani seperti di zaman Rasulullah saw.
Semoga tulisan pengatar ini bisa bermanfaat untuk kita sekalian dan  menjadi amal sholeh dan amal jariah dari penulis kepada kebangkitan umat.
                                                                             
                                                                  Asera, Sulawesi Tenggara, 24 Oktober 2018

Friday, October 5, 2018

Batik Untuk Pak Guru (Sebuah Cerpen Faksi Dalam Rangka Mempringati Hari Batik Nasioanal)



By
Mujiburrahman Al-Markazy

Sebelum matahari menyingsing Pak Tarsono harus segera merapikan baju dan buku-bukunya. Baginya setiap hari adalah perjuangan. Ia harus keluar rumah sebelum jam 6 pagi agar bisa mencapai sekolah tempat mengabdinya. Jarak sekolah tempat mengabdi pak Tarsono berjarak kurang lebih 5 km di kampung sebelah. Pak Tarsono yang sudah separuh baya itu mengeluarkan sepeda ontel andalannya. Diberi nama Juky. Memang pak Tarsono suka memberi nama setiap benda kesayangannya.

Ini bukan sesuatu yang lucu, Sang Baginda Nabipun telah mencontohkan demikian.  Beliau saw, telah memberi nama Adnan untuk busur panah kesayangannya, Zulfikar kepada pedang kesayangan beliau. Memang kala itu orang memiliki pedang dan busur panah adalah hal biasa. Pada zaman itu adalah peperangan senantiasa berkecamuk. Kaum muslimin ditindas bertahun-tahun tapi tidak membalas. Memiliki pedang dan busur juga sangat membantu dalam perjalanan. Perjalanan yang tidak menentu keamanannya, terkadang bertemu dengan para perampok, kadang pula mengantisipasi serangan hewan buas, seperti serigala gurun.

Pak Tarsono mulai mengayuh sepedanya.

“Juky kamu jangan rewel lagi di jalan yah. Hari ini anak-anak akan ulangan semester. Jadi kamu harus suport saya dalam mengawal ulangan anak-anak yah. Kalau kamu rewel lagi bisa-bisa terlambat saya.” Kata pak Tarsono sambil menengok ban bagian ban belakang sepedanya.

“Jangan kayak kemarin yah. Mesti bapak yang dorong kamu. Kamu tau bapak inikan sudah tua. Kalau mau rewel nanti kalau sudah tiba di kampung sebelah dekat sekolahan.” Kenang Pak Tarsono ketika sehari yang lalu ban belakang sepeda kumbangnya robek kena paku di tengah hutan jalan setapak. Untuk mencapai kampung Katapang ia harus melewati dua kampung dan dua hutan di balik tiap-tiap kampung itu. Rumahnya berada di Dusun Hulung, Seram Bagian Barat, Maluku. 

Fajar masih malu-malu menampakan batang hidungnya dari balik pepohonan sagu di belakang dusun Uhe, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Cahaya kekuningan mulai menghias ufuk timur, memancar ke seluruh pelosok jagad. Perlahan sang surya mulai menampakan diri dari balik Pulau Kasa bagian timur Pulau Seram.

Udara sejuk menampar wajah tua Pak Tarsono. Ces, begitu segar dan damai. Kicauan burung-burung menyemangati perjalanan Pak Tarsono. Itulah pemandangan keseharian dari kehidupan lelaki berusia 62 tahun itu. Berbeda dengan orang kebanyak di kota, pada usia seperti itu sudah banyak yang kontra produksi, terbaring di rumah sakit atau minimalnya sudah stroke ringan dan hanya di rumah saja. Sedangkan lelaki yang akrab di sapa dengan pak de itu melakukan seabaliknya. Jihad pendidikan terus beliau geluti setelah lulus dari SR (Sekolah Rakyat) awal kemerdekaan lalu.

Dengan biaya hidup yang pas-pasan ia terus bergulat dalam dunia pendidikan. Materi bukan menjadi obsesinya dalam mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan. Dalam benak pak de mengajar adalah jihad terbesar yang bisa ia lakoni. Dengan honor seratus lima puluh ribu rupiah selama sebulan ia telah mengahbiskan sehariannya dalam mendidik. Itupun honor yang beliau terima selama 3 bulan sekali berdasarkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Pak de selain membiayai kehidupannya, pak de juga membiayai 3 cucunya. Anak semata wayangnya telah pergi menyusul suaminya di Malaysia, bekerja sebagai TKW. Sudah 3 tahun kabar dari mereka tak kunjung tiba. Dengan ketabahan menahan kegetiran hidup selalu menjadi nafas pak de. Ia senantiasa tulus dalam senyuman. Hanya doa dan keluh kesah kepada Ilahi Rabi yang ia tunjukan. Ia walaupun serba kekurangan tidak tampak pada raut wajah beliau gurat sedih dan ngedumel. Tenang, bijak dan dalam ketika menatap suatu permasalahaan.

Tidak terasa 45 menit mengayuh si Juky sampailah memasuki perkampungan tempat sekolah beliau mengajar. Desa Katapang, Seram Bagian barat, Maluku. Di SD Negeri 1 Katapang itu beliau mengabdi. Belum sampai beliau di gerbang pagar sekolah ia telah di sambut dengan riuhan anak-anak didiknya.

“Asalamu Alaikum Pak de....!.”

“Waalaikum salam Dul...” Jawab pak de kepada murid yang selalu mendapatkan rengking pertama semenjak kelas satu SD itu. Abdullah namanya.sekarang sudah kelas 6, tahun terakhir meninggalkan sekolah, jika lulus nanti.

Satu demi satu siswa yang beliau lewati seakan mereka saling berlomba memberikan salam. Beliaupun tidak mau kalah untuk memberikan salam terlebih dahulu kepada yang lebih muda. Satu demi satu anak-anak itu telah mengurumuni pak de untuk hanya sekedar memberi salam dan mencium tangan pak de. Pemandangan inilah yang membuat capek, keluh kesah dan rasa sakit lenyap dari diri pak de. Senantiasa merasa awet muda.

“Yusuf kemarin kemana kok nggak kelihatan di sekolah. Kamu sakit yah?.”

“Tidak Pak de, mama saya yang sakit. Saya harus bantu jagain adik-adik juga sekalian membantu merawat mama kalau ada yang dibutuhkan.” Jawab si Yusuf sambil mencium tangan pak de. Yusuf adalah salah satu murid yang paling besar di sekolah itu. Selain sudah kelas 6, ia juga yang paling besar dan tinggi perawakannya. Maklum ia sering tidak naik kelas, karena sering bolos saat ulanagan dan tidak mengikuti pelajaran. Ia hanya tinggal bersama ibu asuhnya yang telah dianggap seperti orang tuanya sendiri. Yusuf telahditinggal mati ibunya semenjak masih bayi. Mak Ijah yang merawatnya. Selain Yusuf masih ada dua anak dari kampung itu yang senasib dengan Yusuf. Mak Ijah sebelem ditinggal mati oleh suaminya setahun yang lalu memang tidak memiliki anak. Hanya mengambil anak asuh dan dijadikan anak beliau. 

“Ya Sudah sekarang siap-siap untuk ulangan semester yah. Jangan bolos lagi.”

“Iya pak de.” Jawab Yusuf sambil berlalu.

*****

Lonceng apel pulang telah berdentuman. Semua siswa mulai berbaris rapi, apel sebelum pulang.

“Besok adalah tanggal 2 Oktober. Tadi malam telah diumumkan oleh Pak SBY untuk mengenakan batik seluruh instansi pemerintah. Termasuk seluruh sekolah negeri dan swasta. Jadi besok itu semua siswa dan dewan guru sesuai dengan hasil musyawarah dewan guru minggu lalu. Semua wajib menggunakan batik tanpa terkecuali. ” Tegas pak Kepsek dalam memberikan pengarahan.

Beberapa dewan guru menatap wajah Pak Tarsono. Seakan ingin melihat ekspresi wajah beliau. Pak Tarsono hanya merunduk. Beliau sadar bahwa beliau tidak memiliki uang yang cukup kalau harus membeli batik dengan gaji pas-pasan beliau. Sesaat beliau mengangkat kepalanya dengan memperlihatkan senyum ketegaran. Beberapa guru itu membalas senyuman beliau namun agak kecut karena prihatin kepada keadaan pak de.

“Huh.....m” desahan nafas semua dewan guru yang tidak sependapat dengan KS (Kepala Sekolah) baru itu. Hampir semua tidak setuju dengan kewajiban memakai batik, pada hari batik nasional di tahun kedua resmi menjadi hari batik Nasional itu. Semenjak diputuskan oleh UNESCO, bahwa batik Indonesia merupakan warisan dunia untuk kebudayaan, pada tanggal 2 Oktober 2009 tahun lalu.

“Setelah ulangan selesai besok bapak ingin berfoto, kita selfi. Jadi usahakan semua mentaati pengarahan ini. Saya ingin pajang dan pamerkan kepada teman-teman KS jika rapat pada bulan depan nanti dengan kepala dinas pendidikan kabupaten.”

Semua jadi kecut senyumnya. Antara ingin meronta kepada kebijakan KS yang tidak berperasaan dan kasihan terhadap siswa dan khusus Pak Tarsono, guru senior yang sudah mengabdi selama 20 tahun. Kasihan karena kondisi ekonomi beliau yang tidak mendukung kewajiban tersebut. Bukan karena beliau tidak mau melakukan kewajiban itu.

Padahal dalam rapat dewan guru, mengenai kewajiban menggunakan batik pada hari kedua batik nasional itu telah menjadi pembahasan alot sesama dewan guru. Semua tidak setuju kecuali keponakan KS sendiri yang setuju dengan ide seolah memaksakan itu. Menurut para dewan guru yang lain, bahwa sekolah ini kan berada di darah pelosok yang terpencil, mengapa harus dipaksakan untuk semua agar mengenakan batik. Kalau mungkin di pusat kabupaten, bisa jadi, tapi itupun harus dikondisikan dengan keadaan guru dan siswa. Sanggup atau tidaknya untuk memiliki batik itu.

Sang KS ngotot, hanya karena ingin selfi dan pamerkan kesuksesan beliau dalam menjalankan kebijakan pemerintah terhadap anjuran mengenakan batik pada hari batik nasional itu.

“Pokoknya tidak ada tapi. Semua harus mengenakan batik, bagaimanapun keadaannya.” Tegas KS dalam menutup pembahasan mengenai keharusan mengenakan batik itu.

******

Hari yang ditunggu telah tiba. Hari itu semua siswa dan dewan guru semua rapi, serempak mengenakan batik.

“Bagus, semua telah menggunakan batik di hari bersejarah bagi sekolah ini. Sebentar selepas apel pulang kita akan berselfi bersama.” Pak KS mengarahkan.

Semua dewan guru berdiri mendengarkan arahan sang KS. Semua menggunakan kemeja batik kecuali Pak Tarsono yang menggunakan kemeja putih polosnya yang sudah nampak kumal, tidak berwarna putih jernih lagi.

“Semua sudah rapi, tapi saya melihat ada satu orang guru yang mencoba tidak menuruti instruksi saya kemarin yah.” Beliau berbicara sambil mengarahkan matanya ke dalam kantor dewan guru. Semua orang sudah memahami siapa yang dimaksud KS.

Pak Tarsono hanya tertunduk kepalanya di dalam kantor. Ia merasa malu atas sindiran dari KS itu. Ia telah berencana kalau begini terus keadannya mungkin beliau tidak akan mengajar lagi, karena selalu akan berseberangan dengan pola kebijakan KS yang doyan selfi dan pamer gambar itu. Disisi lain ia menyayangkan dirinya yang harus meninggalkan sekolah yang dibangunnya dengan susah payah dengan kepala sekolah pertama, semenjak 20 tahun lalu. Waktu itu beliau hanya mengabdi murni tanpa ada kejelasan honor, yang penting mengabdi, itu saja. Kadang kalau ada beliau diberi upah lima rupiah untuk satu bulan. Kadang juga tidak sama sekali. Beliau yang hanya lulusan SR zaman pasca kemerdekaan itu, mana bisa terangkat menjadi pegawai negeri sipil.

Pak de berfikir keras, “Apakah sudah saatnya saya harus tinggalkan sekolah dan hanya fokus mengurus pendidikan dan sekolah cucu-cucu saya?”

Para guru yang lain meresakan gundah gulana pak de. Mereka hanya bisa saling menatap. Dengan suara lirih mereka bertanya, “Pak de bagaimana kabarnya?” beliau hanya mengangguk tanpa sepatah kata dengan senyuman yang agak bias.

Beliau menarik nafas, “huuuuuhm.... mungkin sudah saatnya saya akan tinggalkan sekolah ini. Memang sudah saatnya sekolah ini dipimpin oleh orang yang berpikiran maju seperti KS kita. Orang seperti saya mungkin hanya akan memperlambat kemajuan sekolah ini.” Ujar pak de sambil menatap ke arah jendela. Nampak satu-dua burung gelatik sedang bercengkrama dari satu dahan mangga ke dahan lainnya.

“Kalau bapak mau mengundurkan diri, itu hak bapak. Memang usia bapak sudah lanjut, tapi jangan mengundurkan diri dalam kondisi seperti ini pak. KS kita terhitung masih muda. Itu hanya ambisi semangat yang menggebu saja pak. Tolong jangan bapak mengundurkan diri dalam keadaan sekarang ini.” Pinta Pak John Sopakua dalam melerai keinginan pak de.

“Iya, tapi orang seperti saya ini hanya bisa menghambat kemajuan dan citra sekolah dihadapan sekolah dan guru yang lain. Sudah saatnya saya mundur.” Kata pak de singkat.

Ruangan guru tiba-tiba hening. Pak Rahmat hanya bisa memeluk Pak de.

“Maafkan kami dan maafkan KS. Kami juga heran dengan cara berpikir beliau. Apakah hanya karena ingin menunjukan kepada kepala sekolah lain, bahwa SD Negeri 1 Katapang ini telah melaksanan program pemerintah dengan mengenakan batik, pada hari batik nasional ini?”

“Sabar pak de yah. Kamipun sudah berusaha untuk mencegah beliau mengintruksikan hal seperti ini. Sekarang, yang kami khawatirkan sudah terjadi pak de.” Pelukan Pak Rahmat semakin membuat ruangan jadi hening. Tak terasa bulir-bulir jernih telah membasahi pipinya.

Pak de pun memeluk erat, serasa ini adalah pelukan terakhir beliau ada di sekolah ini. Beliau tidak ingin dipermalukan atau membuat guru yang lain bersiteru dengan gaya kebijakan yang agak aneh memang kalau dipaksakan.

Ditengah keheningan itu terdengarlah suara ketokan pintu dan salam.

“Tok... tok... tok...”

“Assalamu alaikum...” Rupanya Yusuf yang memberi salam ditemani oleh Abdullah.

“Waalaikum salam. Kenapa Yusuf? Bukankah jam istirahat sebentar lagi?” tanya Pak Jhon.

“Iya pak, kami Cuma datang untuk mengantarkan ini.” Sambil menyerahkan sesuatu kepada Jhon.

“Kotak doz apa ini Yusuf? ” ujar Pak Rahmat.

“Hadiah Kado kami untuk Pak de di hari batik Nasional. Kami kelas 6 sudah lama menabung untuk mengahdiahkan sesuatu untuk pak de, tapi kami tidak tau mau membelikan hadiah apa. Ini idenya Abdullah dan kawan-kawan untuk menghadiahkan batik. Semoga cocok dengan Pak de.” Ujar Yusuf menjelaskan.

Setelah dibuka ternyata satu bingkisan batik dengan motif mega mendung.

“Iya pak, ini batik khas Cirebon yang bermotif mega mendung dengan warna kebiruan yang kontras. Kami memesan ini di Om saya yang di Cirebon semenjak sebulan yang lalu. Setelah pak de mengajarkan kami pelajaran seni budaya. Salah satu pelajaran yang beliau sampaikan adalah tentang motif batik dan makna filosofisnya. Kami sengaja memesan motif ini karena sesuai dengan kepribadian pak de, Sabar, berkepala dingin dalam menghadapi masalah dan tidaak mudah marah.” Ujar Abdullah dalam menjelaskan isi hadiah yang telah dibuka oleh pak Rahmat itu.
“Pak de, ini hasil didikan pak de. Kami harap pak de jangan secepat ini untuk meninggalkan kami di sini.” Pak Jhon menyodorkan batik dari pak Rahmat sambil memeluk erat pak de. Mereka sambil berpelukan haru.

“Yah, terimakasih nak. Bapak tidak akan meninggalkan kalian. Bapak sudah anggap sekolah ini adalah rumah bapak dan kalian adalah anak dan keluarga bapak. Sekali lagi terimakasih.” Mereka sambil berangkul peluk.

*****

Selesai.
Selamat Hari Batik Nasional 2 Oktober 2018
 *****
 
 Diposting di Rate-Rate, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara
di Teras Masjid Rate-Rate.
Pukul 19.59 
Dalam Safar menemani Jamaah Pakistan 

Tuesday, October 2, 2018

Khutbah Jum’at Pekan Ini : "Berdamai Dengan Musibah"


By
Mujiburrahman Al-Markazy

Hadirin sidang Jumat yang dikasihi Allah.

Allah swt, satu-satunya zat yang menciptakan, selain-Nya tidak ada yang mencipta. Semua selain Dia adalah diciptakan. Allah satu-satunya zat yang Maha memelihara selain dia tidak ada yang memelihara. Semua dipelihara oleh-Nya. Dialah Allah satu-satunya zat yang Maha Memberikan rezeki. Selain Allah tidak ada yang memberi rezeki. Semua diberi rezeki dan dijamin rezekinya oleh Allah swt. Dia maha berkuasa mutlak, apa yang Dia kehendaki terjadi dan apa yang Dia kehendaki tidak terjadi, tidak akan terjadi. Walaupun seluruh makhluk berkumpul jadi satu berusaha untuk memuliakan seseorang, jika Dia berkendak untuk menghinakan seorang itu. Maka, kehendak Allahlah yang terjadi. Sebaliknya, walaupun seluruh manusia berkumpul, bersatu padu untuk menghinakan seseorang, tapi jika Dia menghendaki untuk kemuliaan orang itu. Tetap, apa yang Allah kehendaki itulah yang terjadi. Kemuliaan akan menghampiri siapa yang Allah kehendaki.

Kita bersyukur kepada Allah, pada hari yang mulia ini. Sayyidul ayyam, penghulu dari semua hari, Hari Jumat ini. Kita dikumpulkan oleh Allah swt, ditempat yang paling mulia, yakni masjid ini. Guna melaksanakan ibadah yang paling mulia, yakni sholat Jum’at. Sholat adalah ibadah yang begitu agung, semua ibadah diterima oleh Rasulullah saw, di bumi, sedangkan sholat diterima oleh beliau saw, di langit, di Sidratul Muntaha berhadap langsung dengan Allah swt. Beliau saaw, diberikan undangan khusus, penjemputan khusus dan pengawalan khusus dari makhluk yang khusus, yakni Jibril as. Pada kesempatan yang mulia ini marilah kita mentawajuhkan hati kita, menjernihkan fikiran kita, menenangkan gelora nafsu kita untuk bersimpuh kepada Dia yang Maha Mengetahui problematika kehidupan kita. Dosa dan amal kita diketahui dengan jelas.

Ibadallah, disamping kita bersyukur, marilah kita merenung sejenak mengintrospeksi diri tentang berbagai macam musibah yang datang laksana butiran tasbih yang terlebas dari untaiannya. Apakah sudah secepat ini dunia akan dikiamatkan oleh Allah? Ataukah ini cuman teguran dan sentilan ‘mesra’ untuk diri kita tentang jauhnnya diri kita dari rel-rel kehidupan yang telah dibuat oleh-Nya.

Hadirin Sidang Jumat yang berbahagia.

Shalwat serta salam senantiasa kita limpahlkan kepada Nabi terkasih, tauladan terbaik dan guru abadi sepanjang zaman, Baginda Rasulullah saw, yang dengan gigih dan teguh datang membawakan risalah suci agar menjalani kehidupan pada rel suci kemuliaan manusia. Beliau tidak peduli dengan cacian dan hinaan. Tidak peduli dengan bullian dan cercaan. Beliau tidak perduli dengan intimidasi, persekusi rencana eksekusi dirinya, yang beliau fikirkan adalah keselamatan umatnya bukan pada zaman itu saja. Melainkan sampai pada seluruh masa, tempat dan keadaan agar berkibar nilai kemanusiaan sejati, yakni Al-Islam. Marilah kita bersalawat kepada beliau. Semoga manfaat salawat kita kembali jua pada pangkuan kita berupa syafaat beliaun di yaumil mahsyar nanti.

Hadirin sidang Jumat Rahimakumullah.

Tak lupa khatib mengajak diri khatib dan jamaah sekalian untuk senaantiasa meng-upgrade nilai ketakwaan kita kepada Allah swt, karena hanya dengan itulah semua persoalan bisa dilapangkan. Semua keruwetan bisa dilerai. Semua yang susah akan nampak mudah dan indah. Takwa merupakan kunci dan solusi dalam menapaki kehidupan.

Hamba-hamba Allah sekalian. Dalam kehidupan kita senantiasa ada dua keadaan. Ada keadaan yang kita sukai dan keadaan yang tidak kita sukai. Keadaan yang kita sukai itu biasa kita sebut nikmat atau karunia dan keadaan yang tidak mengenakan kita sebut musibah atau bencana. Baik karunia maupun bencana memiliki derajat dan level masing-masing, ada yang kecil dan ada yang besar. Ada yang secara perseorangan adapula yang menghampiri sekelompok orang atau masyarakat.

Padahal baik nikmat maupun musibah adalah ujian bagi orang yang beriman. Ketika Singgasana Ratu Balqis dipindahkan dalam sekejap mata oleh salah seorang ulama yang alim pada zaman Nabi Sulaiman As yang berjarak 2800 km dengan berat ratusan kg. Nabi Sulaiman ss, takjub seraya bertawadhu dan menyadari apa yang sedang terjadi.

هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ

Ini adalah karunia dari sisi tuhanku untuk mengujiku. Apakan aku bersyukur atau menjadi kufur?” (QS. An Naml: 40). 

Begitupun sebaliknya, Allah swt, menceritakan tentang musibah-musibah yang datang baik kelaparan, hilangnya nyawa, harta, rasa ketakutan yang mencekam dan hilangnya sumber-sumber pencaharian, semua adalah ujian dari Allah swt.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155).

Hadirin sidang Jumat rahimakumullah.

Tidak setiap musibah yang datang dalam kehidupan kita bermakna ujian, bisa jadi bernilai, peringatan, dan azab, tergantung keadaan dari orang yang dikenai musibah. Bagi orang yang beiman itu adalah ujian, sebagaimana firman Allah swt.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?". (QS: al-'Ankabuut: 2).

Jadi, musibah adalah ujian keimanan. Apakah sudah teguh atau belum. Agar orang yang mengatakan dirinya telah beriman itu mengukur dan mengintrospeksi diri, sudah samapai dimana level keimanannya. Dari Al-Baqarah ayat 151 sebelumnya menyebutkan, “Wabasyiris Shoobiriin” = berikan kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar. Kata Imam Ibnu Abbas ra. “Sabar itu ada 3 jenis, sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, sabar dalam menghindari dosa dan sabar dalam menghadapi musibah.”

Ibadullah. Jika kita korelasikan perkataan Imam Ibnu Abbas ra, tersebut dengan musibah gempa bumi yang silih berganti seakan menghujani bangsa dan negeri ini. Telah nampaklah siapa yang menjalankan perintah Allah, siapa yang melanggar hukum Allah dan siapa yang mengeluh dan berputus asa dari rahmat Allah.

Perintah bagi yang tidak terkena musibah untuk membantu saudara muslimnya.

وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ

Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. (HR Muslim: 2699).

Perintah bagi penguasa agar segera menggelontorkan bantuan. Khusus bagi yang terkena musibah mendapatkan tiga perintah sekaligus, three in one. Satu gempa bumi langsung mendapatkan tiga ‘mandat’ dari Allah perintah untuk tetap taat dalam menjalankan perintah Allah, kapan dan bagaimanapun keadaannya, sholat, baca Al-Qur’an dll. Perintah kedua agar tidak menjarah karena kelaparan apalagi mengambil yang tidak berhubungan dengan bahan makanan pokok dan perintah yang ketiga agar tetap bersabar dan mengharapkan rahmat dan kasih sayang Allah.

Hadirin sidang Jumat yang semoga senantiasa dimuliakan Allah

Musibah akan menjadi teguran kepada mereka yang pernah taat kemudian mulai kendor ketaatannya. Dulu sering tahajud sekarang sudah jauh. Dulu sering tilawah Al-qur’an, sekarang sudah jarang. Dulu sering menghadiri majelis ta’lim dan gemar bersedekah, sekarang sudah jarang. Dulunya semangat dakwahnya dan memperbaiki diri, sekarang sudah tidak lagi. Musibah bisa juga bermakna peringatan bagi orang yang lalai dalam menjalankan kewajiban, suka bolos dalam sholat, puasa belum genap 30 hari tanpa uzur yang dibenarka syariat, zakat mal masih sering ngeles untuk menghindari kewajiban.

Serta musibah bisa bermakna azab dan siksaan bagi mereka yang benar-benar durajana. Melanggar perintah dengan penuh kebanggan, bermaksiat dianggap sebagai trend. Semakin tinggi dan banyak level maksiat yang dia kerjakan semakin meningkatkan rasa bangganya. Bukan hanya itu, ia dan kelompoknya berusaha menggali dalil dari Al-Qur’an, Hadits, Pendapat ulama yang dipelintir agar sesuai dengan syahwat duniawi mereka. Inilah kaum durjana. Dengan sebab musibah, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, lumpur yang menghanyutkan, meletusnya gunung merapi semua itu adalah azab yang disegerakan di dunia bagi mereka-mereka yang durjana sebelum mereka mendapatkan azab yang kekal diakhirat. Juga agar mereka segera kembali kepada Allah.

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Dan Sesungguhnya Kami jadikan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. As Sajadah: 21).
Hadirin sidang Jumat rahimakumullah.
Sebelum kita akhiri khutbah ini maarilah kita merenungkan sebuah hadits Nabi saw, di bawah ini.

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلاَ يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللهِ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ

"Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum karena perbuatan maksiat sebagian mereka yang dilakukan secara tersembunyi. Sehingga mereka melihat kemungkaran itu telah nampak di tengah-tengah mereka. Mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika yang demikian itu mereka lakukan, maka Allah mengazab mereka secara merata." (HR Ahmad).

Sebagai contoh yang sudah terjadi di negara kita. Zina apapun bentuknya seperti pacaran anak muda maupun selingkuh kaum tua yang dipertontonkan dibanyak media, televisi, sosial media. Kasus kecurangan baik korupsi maupun riba telah demikian marak dan meraja lela. Wajar, jika bencana-bencana ini datang secara silih berganti, beruntun, laksana untuaian tasbih yang putus dari benangnya. Nabi saw, sabdakan.

 إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ الله‏ِ

"Apabila zina dan riba telah tampak di suatu kampung, sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah bagi mereka." (HR ath-Thabarani dan al-Hakim).

Hadirin yang dimuliakan Allah.

Marilah kita introspeksi dirikita sebelum penyesalan yang lebih besar nanti datang, ketika kita berdiri di mahkamah Allah mempertanggung jawabkan semua kewajiban yang mesti kita tunaikan dan kemaksiatan yang telah kita torehkan. Celakanya musibah demikian itu bukan hanya Allah swt, timpakan kepada kita diakhirat dengan azab yang pedih, tapi Allah akan segerakan di dunia sebelum kita mati.

Disamping kita memperbaiki diri kita. Jangan lupa, kita memiliki satu lewajiban, yakni amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagai apapun status kita, bendirilah untuk mengubah segala bentuk kezaliman dan kemaksiatan. Nabi saw bersabda dalam sebuah mahfum hadits. “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, hendaklah dirubah dengan tangannya, jika tidak mampu, rubahlah dengan lisannya jika tidak mampu juga rubahlah dengan hati atau paling tidak membenci kemungkaran itu dengan hati dan mendoakannya agar diberikan hidayah oleh Allah.

Nabi memperumpamakan negeri kita ini seperti sebuah kapal. Jika ada yang melubangi kapal hanya untuk memperoleh air. Jika penduduk atau penumpang kapal itu mencegah perbuatan orang itu, maka semua akan selamat dan sampai ke tujuan. Namun, jika sebaliknya para penumpang kapal tidak berusaha mencegahnya, maka semua penumpang akan tenggelam dan karam di dasar laut. Seperti itu pula negara yang kita cintai ini. Jika sesama kita saling mengingatkan kekeliruan dan dosa disebagian kita maka semua akan selamat, tapi sebaliknya jika orang baik berdiam diri tidak mau mengingatkan kemaksiatan yang dilakukan oleh sebagian kita. Maka, semua kita akan celaka dan binasa. Musibah dan gempa bumi akan meluluh-lantahkan segalanya.

Maka dari itu jamaah Jumat rahimakumullah. Marilah kita bertaubat dan berbenah. Katakan kepada diri kita masing-masing.

“Taubatlah wahai nafsu!”
“Taubatlah wahai nafsu!”
“Taubatlah wahai nafsu!”

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Asera, Rabu, 3 Oktober 2018, Pukul 11: 12 WITA

Sulawesi Tenggara.