Follower

Friday, December 7, 2018

Pesantren Indonesia Timur dan Barat


By
Mujiburrahman Al-Markazy


Tulisan kali ini penulis tergelitik untuk mengangkat topik membahas tentang mengapa penjajahan yang terjadi di Indonesia begitu merata, tapi yang terjadi kristenisasi besar-besaran hanya di wilayah Indonesia timur. Inilah sedikit ulasan yang penulis pernah wawancara ketika berkunjung ke kepulauan di Indonesia timur khusus Maluku-Maluku Utara dan sekitarnya. Cuman saat itu foto yang diabadikan penulis telah terdelet.

Untuk kelengkapan data. Insyaallah penulis berencana untuk mendatangi tempat itu lagi demi keotentikan data. Ini penulis sengaja angkat sebelum bahan yang penulis miliki bisa hilang atau terhapus dari koleksi wawancara di kepulauan Maluku itu. 

Ditambah lagi menurut yang penulis pernah baca tentang kapan awal masuknya Islam di Indonesia yang diangkat oleh yang terhormat Alm. Prof. DR. Buya Hamka. Beliau pernah mengatakan dalam tulisan beliau ketika membantah tulisan Ir. Mangaradja Onggan Parlindungan tentang tuanku Rao, bahwasanya Islam telah masuk di Indonesia sejak zaman dinasti Umayyah sekitar 40 H/ 660 M. Makam tua pembawa Islam di wilayah Tidore menunjukkan bahwa Islam di tanah timur tidak kalah tuanya jika dibandingkan dengan wilayah barat Indonesia, Aceh, misalnya.

Hal yang membuat penulis tergelitik adalah mengapa Islam di wilayah timur lebih gampang berbalik arah ke Nasrani ketimbang tetap kukuh dalam keimanan. Sebab jika kita memperhatikan kultur timur, masih banyak orang yang begitu fanatik untuk membela agama, hal nampak ketika pernah terjadi peristiwa naas, di Idul Fitri berdarah 19 Januari 1999. Inilah sedikit ulasannya yang penulis ramu dalam 8 poin. 

1. Masuk Islamnya Timur dan Barat

Jika kita telaah tentang teori masuknya Islam di Indonesia, akan kita dapati 4 teori seputar ini. Pertama adalah teori Gujarat yang memperkirakan Islam masuk sekitar abad ke-13 penguat teori ini adalah dengan ditemukannya Makam Sultan Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Pendiri teori ini adalah  S. Hurgronje dan J. Pijnapel.

Teori kedua masuknya Islam di Nusantara selanjutnya dikenal dengan teori Persia. Penguat teori ini adalah perayaan 10 Muharram di wilayah Sumatera Barat dan Jambi yang dikenal dengan nama Tabuik atau tabut, menurut penggagas teori ini memiliki kesamaan. Seperti teori Gujarat Islam masuk ke Nusantara pada Abad ke-13. Penyokong teori ini adalah Umar Amir Husein dan Hoesein Djajadiningrat. Penulis belum menelusuri lebih lanjut kedekatan kedua tokoh ini dengan Syiah Iran. 

Teori ketiga adalah teori China. Teori ini mengatakan bahwa seiring dengan masuknya pedagang muslim China masuk ke Nusantara maka saat itu pula Islam mulai berkembang di Indonesia. Ini ditandai dengan migrasinya warga Kanton, China sekitar abad ke-9. Menurut Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurthuby penggagas teori ini, bahwa penulisan gelar raja-raja Demak dengan tulisan China. Penguat yang lain pula, bahwa Raden Patah, Raja Demak adalah keturunan China. 

Teori keempat adalah teori Makkah. Teori ini berasumsi bahwa Islam langsung dibawa oleh pejuang dan musafir demi tersebarnya agama ke seluruh alam. Teori ini diusung oleh Buya Hamka, Van Leur, Anthony H. Johns,  dan T.W Arnold. Penguat teori ini adanya perkampungan Arab di Barus dengan nama Bandar Khalifah. 

Penguat lainnya adalah adanya batu bertulis di salah satu Makam di daerah Barus sejak Abad ke-7 M. Pada masa itu diperkirakan kekhalifahan Islam saat itu di bawah kepemimpinan seorang Sahabat Nabi yang terkenal bernama Sayyidina Muawiyah ra., atau yang dikenal juga awal dari kepemimpinan Bani Umayyah kala itu. 

Penulis condong pada teori keempat ini, bahwa Islam masuk jauh sebelum abad ke-13 atau abad ke-9 itu. Bahkan Indonesia telah dikenal oleh Dunia jauh sebelum abad ke-7 masa Kekhalifahan Bani Umayyah itu. Menurut seorang pakar Bahasa Arab, Ust. Ady Hidayat. Lc.,M.A Ia pernah mengatakan bahwa Indonesia jauh telah di kenal oleh orang Arab, bahkan ada salah satu kosa dan dalam Al-Qur'an yang menyerap dari bahasa Indonesia. Kata "kaafura," itu diambil dari bahasa Indonesia yang berasal dari Barus itu, ya, kapur barus. 

Kata "Kaafuraa", terdapat pada Surat ke-76 ayat ke-5 atau dikenal dengan Surat Al-Insan atau juga Ad Dahr. Jika merujuk kepada tafsir Ibnu Katsir, bahwa "Kaafur" adalah sesuatu yang harum dan sejuk. Memang kapur yang menjadi campuran kapur sirih adalah dingin, harum dan sejuk. Kata yang di serap dari Bahasa Indonesia. 

Sejauh pengamatan penulis, jalur masuknya Islam ke Indonesia bukan hanya melewati pintu barat yakni Banda Aceh, tapi juga dari wilayah timur Indonesia. Prasasti itu pernah diungkapkan dalam bukunya Buya Hamka, "Tuanku Rao: Antara Khayalan dan Fakta." Prasasti Kuburan tua yang berada sekitar abad ke-7 silam di wilayah Tidore. 

Salah satu yang memperkuat dugaan penulis tentang tuanya masa masuknya Islam di wilayah timur Indonesia itu adalah umur dari kerajaan Islam kala itu. Silahkan kita lihat di Wikipedia, Kesultanan Samudera Pasai berdiri sejak tahun 1267 M dan berakhir ketika invasi Portugis tahun 1521 M. Sedangkan jika dibandingkan dengan masa berdirinya Kesultanan Tidore sejak tahun 1081 M kemudian menyatakan diri bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950 M. Lihat perbedaannya hampir 200 tahun jarak antara lahirnya Kesultanan Samudera Pasai dengan Kesultanan Tidore.

Jika dibandingkan dengan Kesultanan Demak, sebagai kesultanan pertama di tanah Jawa. Kesultanan Demak berdiri pada tahun 1475 M dan berakhir tahun 1554 M akibat perebutan kekuasaan di kalangan kerabat kerajaan. Jika dibandingkan dengan Kesultanan Samudera Pasai maka kesultanan Demak baru lahir setelah 200 tahun berkibar bendera Kesultanan Samudera Pasai. Artinya, hampir 400 tahun alias 4 Abad jarak antara kesultanan Tidore dan Kesultanan Demak sebagai pusat penyebaran Islam di Indonesia, seperti yang diketahui kebanyakan orang itu. 

Maka, penulis berasumsi bahwa memang Islam masuk ke wilayah timur hampir sama tuanya dengan ketika Islam masuk di wilayah barat Indonesia. Terus yang menjadi pertanyaan sehingga penulis tergelitik untuk menuliskan perkara ini adalah, mengapa Islam di tanah Jawa lebih bertahan lama alias mampu awet dalam mengahadapi gempuran misionaris Belanda kala itu? 

Apa keunggulan Islam di tanah Jawa? Jangan berasumsi bahwa adanya para wali saja, sebab sebenarnya semua pejuang penyebar Islam itu hakekatnya dia adalah wali Allah, cuman mungkin level setiap kewalian itu berbeda. Mengenai terkenal itu anugerah, memang ada wali Allah yang tidak terkenal. Katakanlah Nabi Musa as., lebih terkenal di kalangan Bani Israel kala itu daripada guru spiritual Nabi Musa as, yakni Nabi Khidir as.

2. Keunggulan Islam di Indonesia Barat

Kalau kita berjalan di tanah Jawa, maka kita akan dapat begitu berjibun pondok pesantren. Hampir setiap lorong ada lagi pesantren. Inilah rahasianya, yakni, kaderisasi. 

Islam di tanah Jawa mulai menguat adalah dari dakwahnya para wali Songo. Setiap para wali itu memiliki murid yang datang untuk belajar. Penampungan untuk para santri telah ada walaupun seadanya. Kita saksikan tonggak utama perjuangan Rasulullah saw., adalah para 'santri' beliau yang begitu antusias untuk memahami agama. Sampai ada salah satu lantai khusus di Masjid Nabawi tempat i'tikaf dan mukimnya para penuntut Ilmu itu. Tempat itu bernama Shuffah, sehingga penghuni yang mendiami Shuffah itu bergelar Ashabu Shuffah. Abu Hurairah ra., adalah salah satu santri di Ashabu Shuffah itu. 

Sekarang coba saudara sekalian jalan ke wilayah Indonesia timur, silahkan cari pondok pesantren yang berumur ratusan tahun. Tidak ada, kalaupun ada di wilayah Sulawesi Tengah, Palu, tepatnya di Kabupaten Donggala bernama pesantren Al-Khairat. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada para Ulama dan Habaib yang ada di dalamnya, pesantren ini didirikan oleh Guru Tua, Habib Idrus bin Salim Aldjufrie pada tahun 1930, pada masa kependudukan Belanda di Indonesia. Dengan adanya pesantren ini telah muncul kaderisasi, tapi untuk menangkal invasi kristenisasi oleh Belanda sudah tidak memadai lagi. Wilayah kerajaan Tidore tidak ada regenerasi pejuang Islam dalam artian mencetak kader ulama. 

Menurut cerita dari guru kami KH. Mukhlisun AR., bahwa pejuang kemerdekaan dahulu semenjak Pangeran Diponegoro ketika pasukan mereka dalam pengejaran oleh Belanda, mereka 'menyusup' ke tengah masyarakat dengan mengajarkan mengaji, baca tulis Al-Qur'an dikemudian hari berkembang menjadi pesantren tua di tanah Jawa. Salah satu pesantren tua di tanah Jawa adalah Pesantren yang didirikan oleh Mbah Siroj di Jawa Tengah di Payaman. Nama Payaman diambil dari kata pengayoman tempat berlatih Suluk, alias mujahadah spiritual Pangeran Diponegoro kala itu. 

Inilah menurut hemat penulis, bahwa penopang alias pasak dari kuatnya Islam di tanah Jawa adalah karena kaderisasi pesantren yang terus di kembangkan. Sedangkan 5 Pesantren tua yang telah berumur sekitar 2 abad yang telah dikenal Indonesia dan terkenal di Pulau Jawa adalah, Pondok Pesantren (PP) Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur yang berdiri sejak 1718 atau 1745 M memang ada dua versi, PP Jamseran di Jawa Tengah yang berdiri sejak 1750, PP Miftahul Huda, di Gading, Malang yang berdiri sejak 1768 M, PP Buntet di Cirebon, Jawa Barat yang berdiri sejak 1785, dan yang terakhir adalah PP Darul Ulum di Banyuanyar, Pamekasan, Madura, Jawa Timur yang berdiri sejak tahun 1787 M. Kaderisasi yang berjalan 2 abad lebih inilah yang menjadi tonggak memperkokoh Islam di tanah Jawa.

3. Ulama Timur vs Ulama Barat

Pada poin ini, penulis hendak menyampaikan tentang cara ulama (tokoh agama) dalam menyampaikan ilmu. Penulis tidak membandingkan tingkat keilmuan dan pendidikan dari ulama atau tokoh agama itu, tapi yang menjadi sorotan penulis adalah cara transfer ilmu dari para tokoh agama baik di timur Indonesia maupun di baratnya. 

Menurut hemat penulis, cara transfer ilmu yang diberikan oleh ulama timur Indonesia lebih tertutup dibandingkan dengan di wilayah barat. Kalau di barat Indonesia pentransferan ilmu dengan metode pembelajaran di pesantren, umum bagi siapa saja yang mau belajar. 

Lain lagi di wilayah timur Indonesia itu.  Pada timur Indonesia transfer Ilmu yang dilakukan oleh tokoh agama cenderung secara kekeluargaan. 

Jika ada orang dari luar keluarga pihak tokoh agama atau orang yang diulamakan itu didatangi para penuntut Ilmu ia relatif cenderung menyuruh orang tersebut untuk menuntut dari wilayah keluarganya terlebih dahulu. Jika tidak ada dari pihak keluarga si penuntut ilmu itu, maka sebelum nasehat atau ilmu agama yang akan diberikan semacam ada syarat tertentu, seperti membawa ayam hitam atau ayam putih kemudian diberikan ilmu agama dan nasehat di tempat yang tertutup, face to face, tidak secara terbuka. 

Kalau disimpulkan singkat tentang metode penyampaian ilmu agama di wilayah timur Indonesia cenderung kekeluargaan, relatif banyak persyaratan, dan face to face alias tertutup. 

4. Perbedaan Mencolok antara generasi pelanjut Ulama Timur dan Barat

Keturunan ulama bagian barat Indonesia selalu dari kecil telah tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan ilmu. Suasana keilmuan dan tatakrama yang lahir di dunia pesantren salaf di generasi awal Indonesia itu tidak diragukan lagi. Setelah selesai pendidikan di lingkup orang tua, si anak atau dikenal dengan sebutan gus itu akan menuntut ilmu agama di luar Indonesia, misalnya Yaman, Mesir, Makkah atau Madinah. Sehingga ketika kembali ke tanah air, keunggulan ilmu di tempat ia menimba ilmu itu akan ditransferkan di lingkungan pondok pesantren ayahnya jika ia memimpin pondok pesantren nantinya. 

Di wilayah timur Indonesia, lain lagi keadaannya. Entah karena pengaruh suasana misionaris penjajah atau karena tumbuh di tempat yang bukan suasana keilmuan pesantren. Keinginan dan gairah menuntut ilmu dari putra atau putri tokoh agama atau ulama timur Indonesia kebanyakan dan hampir seluruhnya melanjutkan pendidikan di tempat yang bukan berbasis keilmuan agama. Kebanyakan menuntut ilmu di spesifikasi umum yang bukan agama, seperti di bidang pemerintahan, pendidikan umum, biologi, matematika dan lainnya. Kontras dengan wilayah barat Indonesia. 

Ditambah lagi, walaupun anak sendiri mau diajarkan ilmu agama harus tunggu berusia baligh atau setelah menikah. Maka hal inilah yang memperparah tumbuh dan berkembangnya kader baru dalam pengemban tugas dakwah. Apalagi sampai bisa membentuk pribadi yang berkarakter tangguh dalam perjuangan dakwah Islamiyah nantinya. 

Inilah sedikit analisa singkat dari mengapa Islam di Indonesia timur cenderung lebih banyak murtad setelah dijajah oleh Belanda sekian abad. Sedangkan di Indonesia barat malah sebaliknya, setelah kemerdekaan ulama yang lahir begitu banyak dan persentasi muslim yang berubah haluan agama alias murtad relatif lebih kecil. 

Berikut ini sedikit penulis sedikit menyorot keadaan pesantren dan pendidikan masa kini dan apa langkah perbaikan ke depan nanti. jika memang perlu untuk ditingkatkan kualitas yang sudah ada atau sedikit merenovasi kualitas pendidikan pesantren kita sekarang ini. 

5. Pesantren Menciptakan Bibit Unggul

Ketika awal mula pesantren didirikan oleh para ulama, semacam ada kontrak moral. Kontrak moral yang di dalamnya selain untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat juga sesuai dengan cita-cita perjuangan dari ulama terdahulu yang bersambung sampai ke Nabi dan para sahabatnya, adalah untuk membentuk generasi militan yang tidak mudah goyah dengan rusaknya keadaan zaman. 

Ingin membentuk suatu generasi yang unggul dalam segala aspek, baik dari segi Ilmu agama, sosial budaya, budi pekerti, bahasa dan sastra serta bisa melahirkan generasi yang bisa membawa Indonesia ke tatanan unggul dari semua negara. Dengan metode pesantren yang begitu sederhana, tapi memiliki cita-cita dan impian yang begitu besar. Agar bisa membentuk generasi yang memimpin dunia dan menciptakan peradaban Islami dalam bingkai perbedaan dan toleransi, sebagai wujud rahmatan lil alami itu. 

6. Fenomena Pesantren Masa Kini

Berkaca dari visi ulama awal pendiri dan penyokong keilmuan dan kemerdekaan di negeri ini, maka kita dapati sesuatu yang tidak pada tempatnya lagi. Memang tidak berjumlah keseluruhan tapi pemandangan 5- 10 tahun terakhir kondisi pesantren kita mulai terkikis dari khithah atau cita-cita awal perjuangan. Kenapa penulis berasumsi demikian?

Menurut hemat penulis sejauh ini, perkembangan kwalitas output pesantren dengan generasi pendahulu bangsa ini sangat jauh menganga. Padahal jika kita bandingkan tingkat sarana dan prasarana pendidikan pesantren dewasa ini, dibilang sangat kompleks dibandingkan dengan generasi awal yang serba keterbatasan. Hal inilah yang membuat penulis tergelitik, mengapa bisa menghasilkan output yang jauh lebih rendah kwalitas keilmuan dan mental perjuangannya. Seharusnya, bisa lebih unggul dan lebih maju. Apa yang salah atau apa yang hilang?

7. Islam Berkembang dalam Pergerakan

Untuk sementara penulis berasumsi bahwa kemajuan keilmuan dan karakter yang tangguh dalam membuat suatu perubahan tidak tergantung pada sekedar menyediakan sarana dan prasarana pendidikan saja, tapi ada satu hal yang lebih penting, yakni hidup dalam suasana pergerakan. 

Penulis tidak menuduh bahwa pendidikan sekarang ini tidak memiliki visi pergerakan seperti generasi awal. Cuman, tulisan ini sedikit menggelitik para pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan, terkhusus pendidikan Islam seperti IAIN, dan pondok pesantren lainnya. 

Mohon maaf, menurut hemat penulis, bahwa untuk membentuk anak didik dengan output yang bisa membawa terobosan besar untuk Islam dan Indonesia, mestilah dimulai dari para ustadz dan dewan guru pun harus aktif dalam dunia pergerakan Islam. Aktif dalam pergerakan Islam tidak harus turun dalam aksi demo, tapi sifat pergerakan dan api semangat pergerakan itu tidak boleh luntur dari jiwa pendidik. Kita sering menyoal tentang rendahnya kualitas output dari siswa di sekolah atau santri di pesantren tapi praktek dari guru yang tidak bisa menjadi teladan dalam mendidik telah menjawab semua ketersesatan dan kelemahan ini. 

8. Mengawinkan Pesantren dan Pergerakan

Sudah menjadi keharusan bahwa pendidikan keilmuan dan karakter tidak bisa dipisahkan dari nilai pergerakan. Dimulai dari dewan guru dan asatidz yang rela bertungkus-lumus dalam Pergerakan Islam. Menyediakan sedikit waktu diluar kesibukan mengajarnya untuk terjun membina ummat tanpa pamrih agar apa? Agar tumbuh dan tetap terpelihara militansi perjuangan dalam membangun ummat. 

Diharapkan dari resonansi atau getaran amplitudo dari jiwa seorang pendidik yang cinta dengan perjuangan akan melahirkan generasi yang cinta kepada Allah dan Rasulul-Nya. Juga diharapkan akan melahirkan generasi yang tangguh dab unggul dalam segala hal  demi perjuangan menghidupkan Islam secara kaffah di seluruh penjuru dunia, serta menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah dan guru bagi kemajuan Islam, keilmuan dan kemanusiaan nantinya. Aammiin. 
Semoga bermanfaat. 


                                     Asera, 8 Desember 2018
                          Sulawesi Tenggara, Indonesia


Friday, November 30, 2018

Khutbah Jumat Edisi Maulid Rasulullah.


By
Mujiburrahman Al-Markazy


Hadirin sidang Jumat Rahimakumullah


Alhamdulillah wa syukru lillah. Allah swt., telah melapangkan waktu dan diri kita untuk datang bersimpuh kehadirat-Nya dalam rangka menunaikan kewajiban sholat Jumat yang Dia perintahkan. Shalawat dan salam teriring senantiasa dilimpahkan kepada junjungan Nabi terkasih, Nabi qudwah dan teladan untuk semua manusia. Sebagaimana firman Allah.


وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ


"Wamaa arsalnaka illa kaffatan linnas."
Tidaklah Kami mengutus mu (ya Muhammad) kecuali untuk semau manusia." (QS. Saba : 28)


Bahkan dalam ayat yang lain disebutkan "Wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil 'alamin."
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau ya Muhammad kecuali untuk menjadi rahmat, sumber keselamatan dan kesentosaan bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya: 107)


Rahmat bagi seluruh alam. Bukan cuman manusia, bakteri, virus, tumbuhan, hewan bahkan sampai ke alam jin dan alam lain yang tidak kita ketahui. Semoga di bulan kelahirannya dan di Hari Jumat yang mubarak ini kita diberikan taufik oleh Allah untuk senantiasa bershalawat kepada kanjeng Nabi, pemuka dunia dan akhirat. Semoga dengan keberkahan shalawat yang kita baca akan menjadi jalan syafaat untuk kita di hari kiamat nanti. Aammiin.


Hadirin sidang Jumat yang dirahmmati oleh Allah.


Islam berasal dari kata "salama, taslimu, tasliman." Bermakna, kedamaian, keselamatan dan penyerahan diri kepada Allah. Jika Islam datang hanya berupa teori tanpa contoh praktek yang nyata, maka Islam bukanlah ajaran yang mengajarkan kedamaian dan rahmat sejati. Akan tetapi, jika kita telisik lembaran sejarah akan nampak begitu megah akhlak Rasul terkasih, Muhammad SAW., pemimpin yang membangun dengan cinta, mematahkan orang yang memusuhi dengan kelembutan dan menyayangi kaum yang tertindas, tapi tidak pernah toleran kepada kezaliman dan ketidak adilan. Dialah sosok panglima perang yang ditakuti, diplomat yang diperhitungkan, pakar cinta bukan sekedar kata, membuat cinta dan semakin disayangi oleh kawan dan disegani lawan. Dialah Rasulul Amiin.


Segala macam fitnah dan hoax dilancarkan untuk menjatuhkan karakter beliau. Laksana pegas abadi, semakin ditekan, maka semakin terangkat derajatnya. Wajar saja Allah swt., menggelari akhlak beliau dengan salah satu nama-Nya.
"Innaka la'laa khuluqin adziim."
"Benar-benar engkau Muhammad memiliki akhlak yang Adziim (Akhlak yang agung).
Adziim adalah salah satu asma Allah, tetapi Dia Allah rela untuk mensifatkan akhlak mulia sang rasul dengan sifat Al-Adziim milik-Nya. Betapa sempurna akhlak mu ya Rasulullah saw.


Suatu ketika Rasulullah saw., mengunjungi Bilal ra., sebelum memeluk Islam. Pada malam yang gelap tanpa diketahui oleh siapapun kecuali Allah dan mereka. Rasulullah saw., langsung memerintahkan agar Sang Bilal untuk beristirahat dari pekerjaan yang tidak berperikemanusiaan itu dan digantikan langsung oleh Sang Rasul terkasih. Bilal harus menggiling gandum berapa ton saja yang diberikan dari majikannya keluarga Bani Umayyah. Tanpa pandang siang dan malam Bilal muda menggiling tiada letih. Walaupun ia sudah kecapekan ia tetap harus menggiling gandum tersebut.


Bilal menyadari bahwa ia hanya seorang budak yang tidak memiliki harga diri. Harga dirinya ditentukan oleh pemiliknya. Diceritakan oleh alim ulama bahwa ketika keluarga Bani Umayyah hendak menaiki unta mereka Bilal muda harus menjadi tangganya, begitupun ketika mereka turun dari kuda atau unta. Zaman perbudakan hal itu bukanlah sebuah penistaan tapi memang sudah seharusnya. Manusia diperlakukan laksana hewan, bahkan lebih parah, diberikan kerja yang demikian berat kadang makan pun tidak diberikan.


Hadirin Sidang Jumat yang Allah kasihi.


Sang Rasul tanpa banyak bicara ia langsung turun tangan menggantikan tangan Bilal dalam menggiling gandum itu. Di kehingan malam Bilal pun beristirahat dengan nyenyak. Menjelang fajar Rasulullah saw, kembali. Kejadian ini berlangsung beberapa hari.  Sehingga sampailah Bilal banyak curhat dan bercerita kepada Sang Nabi.


"Eh, kawan, kata majikan saya di kota ini ada seorang lelaki yang bernama Muhammad. Jika engkau menjumpainya tolong jauhi dia, karena dia adalah seorang tukang sihir."


Rasulullah saw., tidak menimpali apapun kecuali hanya sebatas senyuman kasih sayang dan perhatian belaka.


Esok harinya pun masih dengan cerita yang sama. "Nanti kalau kamu ketemu Muhammad jauhi dia, bahkan dia itu orang gila yang mengaku utusan tuhan."


Celotehan sang budak belia itu tetap ditanggapi dengan senyuman kasih sayang dan cinta dari Rasul tanpa sedikitpun merasa direndahkan apalagi dihinakan. Sehingga, muncullah pertanyaan dari sang budak belia itu. "Kawan, setiap hari kamu mengunjungi dan membantu pekerjaan saya. Kebanyakan hanya saya yang bercerita. Sebenarnya saya belum tau siapa nama kamu...? Ia bertanya dengan kening agak berkerut penasaran.


Rasulullah saw., dengan senyum menawan mengatakan, "Saya lah Muhammad yang dikatakan tukang sihir dan gila itu.


Dengan tergagap Bilal ra., berujar, "Wallahi, kamu tidak seperti yang diberitakan. Untuk siapa kamu mengajak...?".


Dakwah singkat telah Rasulullah saw., sampaikan tentang keluhuran Islam, tentang persamaan derajat. Tentang Allah dan ciptaan-Nya, tentang dirinya sebagai seorang utusan. Langsung Sang Bilal membenarkan dan mengimani karena begitu luhur dan tulusnya akhlak Kanjeng Nabi Saw.


Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah.

Ini baru satu tetes dari keagungan akhlak Rasulullah saw., ia tidak menjadi rendah dengan dihinakan menggunakan berita hoax. Beliau menjadi mulia karena akhlak beliau bukan akhlak pencitraan, tapi murni akhlak yang menjadi rahmat dan kasih sayang bagi seluruh alam.


Seluruh nafas dan ajaran Rasulullah saw., adalah ajaran cinta.

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَس بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ [رواه البخاري ومسلم] 
 "Suatu ketika Bapaknya Hamzah alias Anas bin Malik ra., seorang khadam Rasulullah saw, bahwa, dari Nabi Saw., bersabda:"Tidaklah beriman seseorang diantara kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ajib. Rasulullah saw., mengisyaratkan iman dengan cinta. Seseorang tidak akan mencapai puncak keimanan sejati sebelum menjadikan saudaranya sebagai kecintaannya karena Allah, sebagaimana ia menghendaki kebaikan untuk dirinya. 

Hadirin yang dimuliakan Allah. 

Jika kita bertanya kepada diri sendiri. Apakah kita hendak meracuni diri sendiri, membahayakan diri sendiri. Menghendaki keburukan untuk diri. Jika jawabannya tidak, maka sesuai tuntutan keimanan seseorang harusnya dari hatinya tidak menginginkan sama sekali keburukan akan menimpa saudaranya. Apalagi berencana untuk menjatuhkan saudaranya. Kasus politik, carut-marutnya ekonomi dan mahfia hukum, semua bermula bukan karena krisis pendidikan dan informasi, tapi jauh lebih dalam ia mengalami krisis keimanan, krisis cinta yang hakiki. 

Inilah Islam yang mengajarkan kepada kita sebelum mencubit orang lain, coba rasakan bagaimana jika kita mencubit diri sendiri. Islam mengajarkan kepada kita bagaimana menjadi manusia seutuhnya, bukan laksana hewan yang mementingkan keselamatan diri dan anaknya dan membiarkan diri dan keluarga orang lain berantakan. 

Hadirin Sidang Jumat yang dikasihi Allah. 

Pada momen bulan kelahiran sosok agung, Muhammad Saw., ini marilah kita meneladani setapak demi setapak, selangkah demi selangkah untuk menjadi insan yang kamil, sehingga bisa kembali kepada Allah dengan hati yang salim, bersih dan selamat. 
يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ ٨٨ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ ٨٩
        “Pada hari yang harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan kalbu yang bersih.” (asy-Syu’ara: 88—89)
Hari ini masih bermanfaat keluarga besar, harta yang kita usahakan, semua masih menyejukkan hati kita. Akan tetapi, hadirin yang Allah muliakan. Nanti akan tiba suatu masa ketika semua kebanggaan yang kita miliki saat ini tidak bermanfaat untuk menolong kita sama sekali. Hanya memiliki hati yang selamat sesuai contoh Rasulullah saw., dengan membawa nilai cinta dan sayang dari pemilik Dunia Yang Maha Rahman dan Rahim. Inilah jalan terbaik masuk kedalam singgasana kedamaian Allah surga. 

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ »

Rasulullah saw., ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Semoga kita termasuk dalam deretan orang-orang yang bertakwa dan orang yang hati dan akhlaknya selamat. 

Barokallahu fiilqur'anil adziim wanafa'ni waiyyakum bihi minal aayati wazikril hakim. Wataqabbalallahu minni wa mingkum tilawatahu innahu huwa samii'ul 'aliim. 
=====================================

Thursday, November 29, 2018

Poligami antara Ilmu dan Kemauan


By
Mujiburrahman Al-Markazy

Menikah adalah separuh agama. Bukan karena pernikahannya tapi konsekuensi dari pernikahan itu akan mengharuskan menunaikan kewajiban lain yang tidak bisa tertunaikan tanpa melalui jalan ibadah yang satu ini. Bukannya penulis sok tahu dengan perkara pernikahan karena penulis sendiri belum menunaikannya.

Hal yang memicu penulis adalah diskusi singkat antara jamaah masjid dengan penulis antara jedah waktu magrib-isya hari tadi. Penulis berpendapat share dan saling memberi peringatan kebaikan tidak harus melakukannya terlebih dahulu.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang ingin poligami. Satu sunnah Nabi ini sering di salah artikan oleh kebanyakan wanita dan salah dimplementasikan oleh kaum Adam. Berikut ini penulis tuang dalam tiga plus satu aspek.

1. Kemauan tanpa Ilmu

Kebanyakan kaum Adam sangat berhasrat untuk berpoligami tanpa memperhatikan aspek Ilmu yang berhubungan dengan satu sunnah ini. Sesuatu itu akan fatal jika dilaksanakan tanpa Ilmu. Seperti perkataan Imam Syafi'i, "Man arada dun-ya fa'alaihi bil 'ilmi. Waman aradal akhirat fa'alaihi bil 'ilmi. Waman arada huma fa'alaihi bil 'ilmi."

"Siapa yang menghendaki dunia maka hendaklah ia memiliki ilmunya. Siapa yang menghendaki akhirat maka hendaknya ia memiliki ilmunya. Barangsiapa yang menghendaki mendapatkan keduanya maka hendaklah ia menguasai ilmunya."

Jelas, membutuhkan ilmu yang benar sebelum melaksanakan suatu ibadah atau sunnah tertentu, apalagi sunnah yang berhubungan dengan separuh agama itu. Jika benar ia telah menunaikan separuh agama. Namun sebaliknya, jika salah dalam mempraktekkannya karena kecerobohan tanpa Ilmu adalah bisa merusak separuh agamanya.

Kenapa bisa? Yah, karena di dalamnya akan banyak dusta dan pengabaian hak istri dan orang tua plus semua mertua. Kehidupan hanya seperti main kucing-kucingan tanpa bisa menikmati kehidupan yang di dambakan sebelumnya.

Sebaliknya jika poligami dilakukan secara matang dan sesuai dengan porsi syariat berdasarkan ilmu dan kedalaman hikmah. Bisa saling membantu dalam urusan agama dari istri yang satu dan lainnya. Setiap istri akan mendapatkan bonus khusus dari amalan yang dilakukan oleh sang suami. Serta suami bisa membantu dan menunaikan permasalahan banyak orang karena banyak keluarga yang terbantu. Maka, kemauan poligami harus berlandaskan ilmu dan hikmah yang luas, barulah sunnah yang satu ini akan nampak indah.

2. Poligami sukses vs Gagal

Jika kita perhatikan kejadian orang yang telah berpoligami di sekitar kita, maka selalu ada yang sukses dan tidak sedikit yang gagal. Sukses dalam artian yang sebenarnya bukan sekedar bisa menikah saja dengan istri kedua, ketiga dan seterusnya. Banyak yang bisa menghasilkan banyak hafidz Al-Qur'an dari putra-putri para istri sholehah itu. Sesama istri semakin kuat hubungan silaturahmi dan saling menopang dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan menolong suami dalam menjalankan amal agama. Setiap istri akan saling menutupi kekurangan dalam menopang kerja agama dari sang imam.

Namun pada sisi lainnya, banyak yang gagal dalam menjalankan poligami. Konflik antar istri, sehingga membuat suami tidak bisa fokus dalam beraktivitas. Suami dianggap 'pengkhianat cinta' oleh istri pertama dan tidak bisa menunaikan hak yang seharusnya diberikan kepada istri kedua dan istri-istri lainnya. Jangankan bisa berlaku baik pada orang tua dan semua mertua, keluarga inti saja tidak bisa tertunaikan secara sempurna.

3. Pentingnya Ilmu Poligami

Ada beberapa hal yang perlu diketahui atau diilmui sebelum melangkah ke jenjang poligami bagi sang suami.

*Tauhid untuk Istri

Sebelum sang suami memutuskan untuk membangun rumah tangga poligami perlu memperhatikan dan menguatkan kewajiban suami kepada istrinya. Kewajiban yang paling utama adalah membentuk keimanan istri yang membaja.

Sehebat apapun kemauan dari suami untuk berpoligami, jika tidak tertulis di Lauhil Mahfudz dalam kitab takdir-Nya, maka kemauan itu tidak akan terlaksana. Sebaliknya, sehebat apapun keengganan suami atau istri untuk tidak berpoligami, jika ketetapan Allah adalah poligami yang terjadi tetap apa yang Allah kehendaki.

Keimanan yang dibentuk dalam segala hal, apa saja yang terjadi adalah kehendak Allah. Apa saja yang Allah tetapkan terjadi maka akan terjadi dan sebaliknya apa saja yang tidak dikehendaki oleh Allah walaupun diusahakan seperti apapun maka tidak akan terjadi.

Kehidupan yang selalu dipenuhi dengan keluhan adalah bukti bahwa keimanan kepada Allah dan takdir begitu lemah, dan sebaliknya, kehidupan yang dipenuhi dengan kesabaran dan rasa syukur adalah bukti keimanan yang teguh kepada Allah dan takdir ilahi. Dari hal ini saja sang imam sudah bisa mengukur kwalitas kepemimpinan dalam keluarga kecilnya.

*Kemampuan Manajemen

Membangun keluarga sama dengan membangun sebuah organisasi yang begitu kompleks. Walaupun kelihatan sederhana, keluarga memiliki keunikan dalam menata dan mengelola organisasi terkecil dalam masyarakat ini dengan apik. Jika benar manajerialnya maka akan benar pula roda organisasi itu berjalan, tapi sebaliknya jika salah dalam memanage maka akan berakibat fatal dalam organisasi cinta itu.

Institusi cinta itu memiliki kelebihan dan seni tersendiri yang harus benar dalam pengelolaannya. Ada beberapa hal yang perlu di manage oleh seorang suami. Hal ini diilhami dari potongan ayat dalam Surat An Nisa: 3, "fainkhiftum al-laa ta'dilu fawaahidatan." Maksudnya, jika kamu khawatir tidak mampu berlaku adil maka cukuplah kamu menikahi satu wanita saja.

Setidaknya ada 3 hal yang perlu di manage oleh seorang suami.

- Manajemen Waktu
Memberikan waktu adalah memberikan perhatian. Perkara yang dianggap sepele dalam berumah tangga adalah waktu. Jangankan seseorang itu beristri lebih dari satu, kadang satu istri saja seorang suami jarang memberikan waktu dan perhatiannya di rumah. 

Jatah waktu yang diberikan syariat kepada suami untuk menggilir dan menunaikan hak istri adalah 7 hari untuk Istri yang masih gadis dan 3 hari untuk Istri yang sudah janda pada 'malam pertama' saja. Setelah itu waktu yang diberikan kepada setiap istri adalah sama. Hal ini berdasarkan riwayat Bukhari-Muslim. 

Dari Anas r.a., berkata “Sebagian sunah Nabi SAW ialah apabila seorang laki-laki menikahi seorang gadis sesudah yang janda, bolehlah ia tinggal padanya selama tujuh malam, dan apabila ia mengawini perempuan yang sudah janda, boleh ia tetap padanya selama tiga hari, dan seterusnya diadakan giliran.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Hikmah diberikan jatah istri yang gadis 7 hari setelah pernikahan adalah karena sifatnya gadis lebih pemalu ketimbang yang janda. Ini salah satu hikmahnya. 


- Manajemen Ekonomi.

Penjatahan dan manajemen yang baik dalam mengatur ekonomi haruslah proporsional kepada semua istrinya. Perlu dipahami bahwa, adil tidak bermakna sama rata tapi proporsional. Maksudnya, setiap jatah yang diberikan ke istri tidak mesti sama kadar 'uang belanjanya'. Sebagai contoh istri pertama telah dikaruniai 5 anak, maka tidak bisa disamakan dengan istri kedua yang tidak memiliki anak atau dengan istri lain yang beban kehidupannya tidak seperti istri pertama. Jatah yang diberikan adalah proporsional berdasarkan tanggung jawab suami di bawah pengasuhan istri tersebut.

- Manajemen Konflik

Sifat hikmah dan dalamnya ilmu dapat diketahui dari bagaimana cara menyikapi permasalahan hidup yang dialami oleh seseorang. Sang suami harus memiliki kepala yang dingin dalam menangani konflik dalam kehidupan. Gampang galau dan menyerah pada keadaan bukanlah sifat dari seorang leader sejati. 

Seorang leader sejati melihat permasalahan hidup seperti seorang peselancar sky melihat hantaman ombak. Ia akan membutuhkan adrenalin dan sikap yang tepat dengan cara yang tepat. Sebab jika ragu dan salah menyikapi ombak kehidupan itu, bukan kita bisa meluncur lebih laju dalam kehidupan, tapi sebaliknya akan terguling dan dihempaskan oleh gulungan hantaman ombak kehidupan. Bukan semakin menikmati kehidupan tapi semakin terkapar dan terdampar dalam kehidupan. 


Bagi seseorang yang berfikir untuk berpoligami, silahkan evaluasi diri. Apakah telah memiliki kearifan, hikmah dan ilmu yang cukup dalam menghadapi permasalahan atau belum. Sejauh ini bagaimana cara menghadapi dan mengatasi 'sedikit' ombak kecil dalam keluarga. Jurus apa yang digunakan, ilmu hikmah dan kebijaksanaan atau jurus lari dari masalah? Ini sederet pertanyaan untuk mengevaluasi pihak suami sebelum melanjutkan langkah ke jenjang poligami.



*Hubungan dengan semua mertua

Hubungan dengan orang tua pasca menikah dan hubungan dengan mertua mesti menjadi pertimbangan evaluasi kemampuan seseorang dalam berilmu tentang institusi rumah tangga. Belum lagi tanggung jawab dari seorang lelaki kepada saudara perempuannya yang belum menikah jika orang tuanya sudah berusia lanjut. Inipun masih dalam kontrol dan tanggung jawab dari seorang saudara lelaki. 

Hari ini begitu banyak rumor dan keadaan yang carut marut. Bagaimana mengakurkan antara istri dengan mertuanya alias orang tua suami, begitu sulit. Tidak sedikit hanya karena menuruti keinginan istri maka seorang anak telah durhaka kepada orang tuanya. Padahal tanggung jawab dari seorang istri adalah mentaati suaminya dan tanggung jawab dari seorang suami adalah mentaati orang tuanya terkhusus ibunya. 

Memanglah benar, "Menikah adalah separuh agama." Jika tidak dipenuhi kacaulah separuh agama dari sang suami, jika dipenuhi sempurnalah separuh agamanya.

4. Hati tanggung jawab siapa?

Suatu ketika Rasulullah saw., pun pernah berdoa, "Ya Allah inilah kemampuan saya dalam menunaikan kewajiban saya kepada keluarga saya. Jangan Engkau membebani saya pada sesuatu yang tidak aku sanggupi."

’Bunda Aisyah r.a., ia berkata, “Nabi SAW membagi-bagi sesuatu antara isteri-isterinya secara seadil-adilnya dan beliau berkata, “Ya Allah, inilah cara pembagianku (yang dapat aku) lakukan pada sesuatu yang aku miliki (pembagian nafkah, pakaian, dan lain-lain), maka janganlah Engkau cela aku pada barang yang Engkau miliki (kecintaan di dalam hati), dan itu tak dapat aku miliki.” (H. R. Abu Dawud dan Tirmizi)

Hati adalah milik Allah. Allah hanya akan menghukumi sesuatu yang telah kita nampakan. Kekurangan dalam hati hanya Allah yang tahu. Selama seseorang itu tidak berniat untuk menzalimi pihak lainnya, maka kelemahan yang ada di hatinya bukanlah suatu dosa. Misalnya, seorang suami secara hati lebih condong kepada seorang istri itu hal diluar kemampuan suami untuk mengontrol itu dan seharusnya istri mensyukuri hal itu karena bisa membantu suaminya dalam menunaikan kewajibannya mungkin yang tidak dimiliki oleh dirinya tapi disempurnakan oleh partner madunya. Bahkan istri pun akan mendapatkan pahala yang setimpal atas keridhoan dalam mengabdi kepada agama Allah dan suaminya.


Kami sengaja tidak membahas yang berhubungan dengan cinta dan hati secara panjang lebar. Penulis memahami bahwa memang kehidupan rumah tangga membutuhkan cinta dan kasih sayang, akan tetapi kesalahan terbesar bukan berada pada sunnah nabi yang suci itu. Kesalahan dan kekurangan yang terjadi hanyalah karena minimnya ilmu dan hilangnya sifat bijak dalam memenuhi kebutuhan baik yang bersifat materi dan non-materi.


Pokok dari tulisan ini tidak mengangkat pembahasan hati dan perasaan yang lebih mendalam, karena sejauh hemat penulis, langkah awal adalah menghilangkan kesalah pahaman dari kaum Hawa dan memangkas jalan kekeliruan dari kaum Adam dalam menyikapi dan mengimplementasikan sunnah agung, poligami itu.



Perkara yang menjadi pembahasan adalah bagaimana berpoligami dan batasan poligami mana yang sesuai syariat. Jangan sampai hanya karena dorongan nafsu tanpa melihat kemampuan dan kematangan dalam segala aspek sehingga satu sunnah Nabi yang begitu mulia itu dicela karena jeleknya pelaku yang mempraktekkannya atau sunnah itu dibenci hanya karena dorongan cinta istri ke suami sehingga mengalahkan cinta kepada Nabi saw dan sunnahnya. 


Akhir kata, poligami adalah sebuah institusi pernikahan yang dilebarkan sayapnya. Hanya saja ada aturan dan sederet  kewajiban yang mesti dipenuhi dalam melakukannya. Sebagaimana akhir dari ayat ketiga Surat An Nisa itu, "zdalika adna al-laa ta'uwluw." Maksudnya, yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."


Hal ini mengindikasikan bahwa, jika pernikahan poligami dilakukan tidak dengan cara yang benar maka akan terjadi aniaya dan kezaliman kepada hak-hak istri lainnya atau bahkan semua istri dan semua keluarga besar baik di pihak lelaki atau suami dan semua keluarga istri. Namun sebaliknya, jika dilakukan dengan cara yang benar itulah yang perintahkan. Maka, dari poligami ini akan menghasilkan kemanfaatan yang luar biasa besarnya. Wallahu alam bishawab. 

Semoga bermanfaat.

Tuesday, October 23, 2018

Membangun Masyarakat Berbasis Masjid 1


by 
Mujiburrahman Al-Markazy

Masjid adalah rumah Allah dan rumah seluruh kaum muslimin. Seluruh aktivitas jika dilakukan melalui masjid maka bobot pahala dan nilainya meningkat. Perhatikan saja, jika sholat yang dilakukan di rumah berpahala satu, tapi bila dilaksanakan berjamaah di masjid maka akan bernilai 27 kali lipat. Penyebabnya adalah karena langkah kaki, pengorbanan waktu silaturahim yang semua memiliki pahala tersendiri dan menghasilkan pahala berjamaah.

Masjid selain berfungsi sebagai pusat ibadah juga berperan sebagai fungsi sosial. Dengan sering berjamaah di masjid dapat diketahui keadaan sosial kemasyarakatan. Ada yang meninggal dunia, ada yang sakit, ada kerja bakti, naiknya harga barang, kasus sosial lainnya, semua bisa menjadi bahan temu rembuk dan dicarikan solusinya melalui masjid.

Masjid juga sebagai basis informasi dari masyarakat antar jamaah masjid. Di sela menunggu waktu sholat terjadi perbincangan dan keakraban yang sudah terjalin. Ini termasuk satu potensi umat yang perlu diperhatikan untuk membangun peradaban umat. Masjid juga merupakan sarana komunikasi dan silaturahim yang potensial, berjabat tangan dan berbincang selepas sholat adalah hal biasa dan tidak tabuh. Di situlah wahana komunikasi dan silaturahim terjalin, sehingga permaslahan masyarakat dapat dikerahui dan bisa dicarikan jalan keluar.

Pada sisi lainnya, masjid bisa menjadi pusat bisnis dan membangun perekonomian umat. Jika kita melihat cara Rasulullah saw., dalam membangun dan mensiasati perekonomian kaum muhajirin dan anshar. Ketika awal mula membangun peradaban dan kenegaraan di Madinah, Nabi saw., memulai program pemberdayaan umat melalui manajemen dan tata-kelola potensi masjid. Setelah Rasulullah saw, berhasil membangun pola tauhid, keimanan dan semangat peribadatan ummat. Rasulullah saw, memulai program pengentasan kelemahan perekonomian umat lewat persaudaraan muhajirin dan anshor yang dikelola dengan sistematis ketakwaan.  

Manajemen membangun perekonomian umat dimulai dengan semangat persaudaraan karena dorongan cinta karena Allah. Rasulullah saw., memulai dengan mempersaudarakan antara orang Anshar dan muhajirin, yang kaya dipersaudarakan dengan yang miskin, sehingga semangat saling tolong menolong yang diamanatkan Oleh Allah swt dalam Al-Qur’an bisa terealisasi dengan baik.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Saling tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa. Dan janganlah saling tolong-menolong dalam dosa dan kemaksiatan.” (QS. Al-Maidah: 2)

Begitu antusias semangat persaudaraan yang dibangun, maka sampai ada seorang sahabat anshar yang rela menginfakan separuh hartanya kepada saudara muhajirinnya. Ada yang mau membagi dari jumlah tanah pertanian yang telah dikelolanya agar digunakan oleh sahabat muhajirinnya. Ada malah yang lebih ekstrim, meminta agar memilih dari sekian istri cantik yang dimiliki untuk dia ceraikan dan kemudian akan dinikahi oleh sahabat muhajirinnya, selepas masa iddah mantan isterinya. Demikianlah pola perekonomian dan ketahanan social kemasyarakatan yang dibangun dengan landasan ketakwaan oleh Rasulullah saw.

Berkaca pada potret sahabat nabi terdahulu, maka kami bermaksud untuk mengusulkan program peningkatan iman dan takwah jamaah masjid sekaligus meningkatkan rasa empati dan peduli sesama yang diharapkan dapat membangun peradaban madinah terdahulu. Agar tercipta masyarakat yang beriman, bertakwa, bersaudara dan kuat perekonomian serta sosial kemasyarkatannya. Metode yang akan digunakan adalah metode dakwah yang dibangun dengan basis data yang kompleks agar bisa mendata kaum duafa dan pengangguran di sekeliling masjid. Menumbuh-kembangkan semenagat berinfak jamaah masjid, Memaksimalkan fungsi infak jamaah, tidak lagi pada pembangunan fisik masjid, tapi juga menyentuh masalah kemasyrakatan, baik yang bersifat santunan sosial dan membangun perekonomian umat.

Program yang akan dikembangkan antara lain:

1.      Mendata kekuatan dan kelemahan jamaah dan masyarakat di sekeliling masjid dari seluruh aspek. Baik dari aspek, intensivitas berjamaah 5 waktu dan jum’atan di masjid, data kemampuan berinfak di masjid selama ini. Mendata yang berhubungan dengan sudah haji atau umroh. Ketika Iedul-Qurban sudah berqurban atau belum, ada kemampuan atau tidak. Mendata yang berhubungan dengan pekerjaaan dan pengangguran jamaah dan masyarakat.  

2.      Benar-benar menjadikan masjid sebagai sentra pembinaan umat baik pembinaan yang berhubungan dengan keimanan, peribadatan, keilmuan dan sosial kemasyarakatan.

3.      Mensosialisasikan kepada masyarakat dan jamaah masjid, bahwa masjid di samping untuk membangun semangat keimanan dan ketakwaan, masjid juga dijadikan pilar untuk saling berbagi dan peningkatan taraf dan perekonomian jamaah dan masyarakat.

4.      Meningkatkan semangat dan nilai infak jamaah pada setiap hari, pekan, bulan dan tahun.

5.      Mengadakan program beasiswa kepada jamaah dan masyarakat yang dianggap layak dibantu dan memiliki potensi.

6.      Membuat kajian harian di masjid, setiap ba’da magrib dan subuh untuk memancing peningkatan jamaah sholat.

7.      Membuat program silaturohim sekaligus temu, sapa, data keadaan masyarakat dan jamaah masjid maupun yang masih diluar masjid.

8.      Mengoptimlkan sentra pendidikian di masjid baik pada level, anak-anak, remaja, ibu-ibu dan para suami atau kepala keluarga.

9.      Memberikan pinjaman dan modal usaha kepada warga yang layak di bantu dengan menjadikan infak sebagai fungsi memonitoring perkembangan usaha dimaksud dengan jangka waktu tertentu.

10.  Membangun training kader masjid yang berhubungan dengan, keimanan, penyelenggraaan jenazah, khutbah, dan ibadah lainnya. 

Alhasil, usaha apapun yang kita bangun tanpa pertolongan Allah dan kerja sama dari kalangan kaum muslimin untuk memajukan dan menumbuh kembangkan potensi masjid dan jamaah masjid, maka semua usaha hanya akan mencapai titik perhentian di terminal yang tidak diketahui keberadaanya. Harapan dari penulis dan semua pihak agar mari kita bergandeng tangan untuk mewujudkan masyarakat yang beriman, bertakwa, berakhlakul karimah dan peduli kepada sesama. Diharaapkan lagi bisa menularkan semangat tersebut untuk membangun masyarakat madani seperti di zaman Rasulullah saw.
Semoga tulisan pengatar ini bisa bermanfaat untuk kita sekalian dan  menjadi amal sholeh dan amal jariah dari penulis kepada kebangkitan umat.
                                                                             
                                                                  Asera, Sulawesi Tenggara, 24 Oktober 2018

Friday, October 5, 2018

Batik Untuk Pak Guru (Sebuah Cerpen Faksi Dalam Rangka Mempringati Hari Batik Nasioanal)



By
Mujiburrahman Al-Markazy

Sebelum matahari menyingsing Pak Tarsono harus segera merapikan baju dan buku-bukunya. Baginya setiap hari adalah perjuangan. Ia harus keluar rumah sebelum jam 6 pagi agar bisa mencapai sekolah tempat mengabdinya. Jarak sekolah tempat mengabdi pak Tarsono berjarak kurang lebih 5 km di kampung sebelah. Pak Tarsono yang sudah separuh baya itu mengeluarkan sepeda ontel andalannya. Diberi nama Juky. Memang pak Tarsono suka memberi nama setiap benda kesayangannya.

Ini bukan sesuatu yang lucu, Sang Baginda Nabipun telah mencontohkan demikian.  Beliau saw, telah memberi nama Adnan untuk busur panah kesayangannya, Zulfikar kepada pedang kesayangan beliau. Memang kala itu orang memiliki pedang dan busur panah adalah hal biasa. Pada zaman itu adalah peperangan senantiasa berkecamuk. Kaum muslimin ditindas bertahun-tahun tapi tidak membalas. Memiliki pedang dan busur juga sangat membantu dalam perjalanan. Perjalanan yang tidak menentu keamanannya, terkadang bertemu dengan para perampok, kadang pula mengantisipasi serangan hewan buas, seperti serigala gurun.

Pak Tarsono mulai mengayuh sepedanya.

“Juky kamu jangan rewel lagi di jalan yah. Hari ini anak-anak akan ulangan semester. Jadi kamu harus suport saya dalam mengawal ulangan anak-anak yah. Kalau kamu rewel lagi bisa-bisa terlambat saya.” Kata pak Tarsono sambil menengok ban bagian ban belakang sepedanya.

“Jangan kayak kemarin yah. Mesti bapak yang dorong kamu. Kamu tau bapak inikan sudah tua. Kalau mau rewel nanti kalau sudah tiba di kampung sebelah dekat sekolahan.” Kenang Pak Tarsono ketika sehari yang lalu ban belakang sepeda kumbangnya robek kena paku di tengah hutan jalan setapak. Untuk mencapai kampung Katapang ia harus melewati dua kampung dan dua hutan di balik tiap-tiap kampung itu. Rumahnya berada di Dusun Hulung, Seram Bagian Barat, Maluku. 

Fajar masih malu-malu menampakan batang hidungnya dari balik pepohonan sagu di belakang dusun Uhe, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Cahaya kekuningan mulai menghias ufuk timur, memancar ke seluruh pelosok jagad. Perlahan sang surya mulai menampakan diri dari balik Pulau Kasa bagian timur Pulau Seram.

Udara sejuk menampar wajah tua Pak Tarsono. Ces, begitu segar dan damai. Kicauan burung-burung menyemangati perjalanan Pak Tarsono. Itulah pemandangan keseharian dari kehidupan lelaki berusia 62 tahun itu. Berbeda dengan orang kebanyak di kota, pada usia seperti itu sudah banyak yang kontra produksi, terbaring di rumah sakit atau minimalnya sudah stroke ringan dan hanya di rumah saja. Sedangkan lelaki yang akrab di sapa dengan pak de itu melakukan seabaliknya. Jihad pendidikan terus beliau geluti setelah lulus dari SR (Sekolah Rakyat) awal kemerdekaan lalu.

Dengan biaya hidup yang pas-pasan ia terus bergulat dalam dunia pendidikan. Materi bukan menjadi obsesinya dalam mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan. Dalam benak pak de mengajar adalah jihad terbesar yang bisa ia lakoni. Dengan honor seratus lima puluh ribu rupiah selama sebulan ia telah mengahbiskan sehariannya dalam mendidik. Itupun honor yang beliau terima selama 3 bulan sekali berdasarkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Pak de selain membiayai kehidupannya, pak de juga membiayai 3 cucunya. Anak semata wayangnya telah pergi menyusul suaminya di Malaysia, bekerja sebagai TKW. Sudah 3 tahun kabar dari mereka tak kunjung tiba. Dengan ketabahan menahan kegetiran hidup selalu menjadi nafas pak de. Ia senantiasa tulus dalam senyuman. Hanya doa dan keluh kesah kepada Ilahi Rabi yang ia tunjukan. Ia walaupun serba kekurangan tidak tampak pada raut wajah beliau gurat sedih dan ngedumel. Tenang, bijak dan dalam ketika menatap suatu permasalahaan.

Tidak terasa 45 menit mengayuh si Juky sampailah memasuki perkampungan tempat sekolah beliau mengajar. Desa Katapang, Seram Bagian barat, Maluku. Di SD Negeri 1 Katapang itu beliau mengabdi. Belum sampai beliau di gerbang pagar sekolah ia telah di sambut dengan riuhan anak-anak didiknya.

“Asalamu Alaikum Pak de....!.”

“Waalaikum salam Dul...” Jawab pak de kepada murid yang selalu mendapatkan rengking pertama semenjak kelas satu SD itu. Abdullah namanya.sekarang sudah kelas 6, tahun terakhir meninggalkan sekolah, jika lulus nanti.

Satu demi satu siswa yang beliau lewati seakan mereka saling berlomba memberikan salam. Beliaupun tidak mau kalah untuk memberikan salam terlebih dahulu kepada yang lebih muda. Satu demi satu anak-anak itu telah mengurumuni pak de untuk hanya sekedar memberi salam dan mencium tangan pak de. Pemandangan inilah yang membuat capek, keluh kesah dan rasa sakit lenyap dari diri pak de. Senantiasa merasa awet muda.

“Yusuf kemarin kemana kok nggak kelihatan di sekolah. Kamu sakit yah?.”

“Tidak Pak de, mama saya yang sakit. Saya harus bantu jagain adik-adik juga sekalian membantu merawat mama kalau ada yang dibutuhkan.” Jawab si Yusuf sambil mencium tangan pak de. Yusuf adalah salah satu murid yang paling besar di sekolah itu. Selain sudah kelas 6, ia juga yang paling besar dan tinggi perawakannya. Maklum ia sering tidak naik kelas, karena sering bolos saat ulanagan dan tidak mengikuti pelajaran. Ia hanya tinggal bersama ibu asuhnya yang telah dianggap seperti orang tuanya sendiri. Yusuf telahditinggal mati ibunya semenjak masih bayi. Mak Ijah yang merawatnya. Selain Yusuf masih ada dua anak dari kampung itu yang senasib dengan Yusuf. Mak Ijah sebelem ditinggal mati oleh suaminya setahun yang lalu memang tidak memiliki anak. Hanya mengambil anak asuh dan dijadikan anak beliau. 

“Ya Sudah sekarang siap-siap untuk ulangan semester yah. Jangan bolos lagi.”

“Iya pak de.” Jawab Yusuf sambil berlalu.

*****

Lonceng apel pulang telah berdentuman. Semua siswa mulai berbaris rapi, apel sebelum pulang.

“Besok adalah tanggal 2 Oktober. Tadi malam telah diumumkan oleh Pak SBY untuk mengenakan batik seluruh instansi pemerintah. Termasuk seluruh sekolah negeri dan swasta. Jadi besok itu semua siswa dan dewan guru sesuai dengan hasil musyawarah dewan guru minggu lalu. Semua wajib menggunakan batik tanpa terkecuali. ” Tegas pak Kepsek dalam memberikan pengarahan.

Beberapa dewan guru menatap wajah Pak Tarsono. Seakan ingin melihat ekspresi wajah beliau. Pak Tarsono hanya merunduk. Beliau sadar bahwa beliau tidak memiliki uang yang cukup kalau harus membeli batik dengan gaji pas-pasan beliau. Sesaat beliau mengangkat kepalanya dengan memperlihatkan senyum ketegaran. Beberapa guru itu membalas senyuman beliau namun agak kecut karena prihatin kepada keadaan pak de.

“Huh.....m” desahan nafas semua dewan guru yang tidak sependapat dengan KS (Kepala Sekolah) baru itu. Hampir semua tidak setuju dengan kewajiban memakai batik, pada hari batik nasional di tahun kedua resmi menjadi hari batik Nasional itu. Semenjak diputuskan oleh UNESCO, bahwa batik Indonesia merupakan warisan dunia untuk kebudayaan, pada tanggal 2 Oktober 2009 tahun lalu.

“Setelah ulangan selesai besok bapak ingin berfoto, kita selfi. Jadi usahakan semua mentaati pengarahan ini. Saya ingin pajang dan pamerkan kepada teman-teman KS jika rapat pada bulan depan nanti dengan kepala dinas pendidikan kabupaten.”

Semua jadi kecut senyumnya. Antara ingin meronta kepada kebijakan KS yang tidak berperasaan dan kasihan terhadap siswa dan khusus Pak Tarsono, guru senior yang sudah mengabdi selama 20 tahun. Kasihan karena kondisi ekonomi beliau yang tidak mendukung kewajiban tersebut. Bukan karena beliau tidak mau melakukan kewajiban itu.

Padahal dalam rapat dewan guru, mengenai kewajiban menggunakan batik pada hari kedua batik nasional itu telah menjadi pembahasan alot sesama dewan guru. Semua tidak setuju kecuali keponakan KS sendiri yang setuju dengan ide seolah memaksakan itu. Menurut para dewan guru yang lain, bahwa sekolah ini kan berada di darah pelosok yang terpencil, mengapa harus dipaksakan untuk semua agar mengenakan batik. Kalau mungkin di pusat kabupaten, bisa jadi, tapi itupun harus dikondisikan dengan keadaan guru dan siswa. Sanggup atau tidaknya untuk memiliki batik itu.

Sang KS ngotot, hanya karena ingin selfi dan pamerkan kesuksesan beliau dalam menjalankan kebijakan pemerintah terhadap anjuran mengenakan batik pada hari batik nasional itu.

“Pokoknya tidak ada tapi. Semua harus mengenakan batik, bagaimanapun keadaannya.” Tegas KS dalam menutup pembahasan mengenai keharusan mengenakan batik itu.

******

Hari yang ditunggu telah tiba. Hari itu semua siswa dan dewan guru semua rapi, serempak mengenakan batik.

“Bagus, semua telah menggunakan batik di hari bersejarah bagi sekolah ini. Sebentar selepas apel pulang kita akan berselfi bersama.” Pak KS mengarahkan.

Semua dewan guru berdiri mendengarkan arahan sang KS. Semua menggunakan kemeja batik kecuali Pak Tarsono yang menggunakan kemeja putih polosnya yang sudah nampak kumal, tidak berwarna putih jernih lagi.

“Semua sudah rapi, tapi saya melihat ada satu orang guru yang mencoba tidak menuruti instruksi saya kemarin yah.” Beliau berbicara sambil mengarahkan matanya ke dalam kantor dewan guru. Semua orang sudah memahami siapa yang dimaksud KS.

Pak Tarsono hanya tertunduk kepalanya di dalam kantor. Ia merasa malu atas sindiran dari KS itu. Ia telah berencana kalau begini terus keadannya mungkin beliau tidak akan mengajar lagi, karena selalu akan berseberangan dengan pola kebijakan KS yang doyan selfi dan pamer gambar itu. Disisi lain ia menyayangkan dirinya yang harus meninggalkan sekolah yang dibangunnya dengan susah payah dengan kepala sekolah pertama, semenjak 20 tahun lalu. Waktu itu beliau hanya mengabdi murni tanpa ada kejelasan honor, yang penting mengabdi, itu saja. Kadang kalau ada beliau diberi upah lima rupiah untuk satu bulan. Kadang juga tidak sama sekali. Beliau yang hanya lulusan SR zaman pasca kemerdekaan itu, mana bisa terangkat menjadi pegawai negeri sipil.

Pak de berfikir keras, “Apakah sudah saatnya saya harus tinggalkan sekolah dan hanya fokus mengurus pendidikan dan sekolah cucu-cucu saya?”

Para guru yang lain meresakan gundah gulana pak de. Mereka hanya bisa saling menatap. Dengan suara lirih mereka bertanya, “Pak de bagaimana kabarnya?” beliau hanya mengangguk tanpa sepatah kata dengan senyuman yang agak bias.

Beliau menarik nafas, “huuuuuhm.... mungkin sudah saatnya saya akan tinggalkan sekolah ini. Memang sudah saatnya sekolah ini dipimpin oleh orang yang berpikiran maju seperti KS kita. Orang seperti saya mungkin hanya akan memperlambat kemajuan sekolah ini.” Ujar pak de sambil menatap ke arah jendela. Nampak satu-dua burung gelatik sedang bercengkrama dari satu dahan mangga ke dahan lainnya.

“Kalau bapak mau mengundurkan diri, itu hak bapak. Memang usia bapak sudah lanjut, tapi jangan mengundurkan diri dalam kondisi seperti ini pak. KS kita terhitung masih muda. Itu hanya ambisi semangat yang menggebu saja pak. Tolong jangan bapak mengundurkan diri dalam keadaan sekarang ini.” Pinta Pak John Sopakua dalam melerai keinginan pak de.

“Iya, tapi orang seperti saya ini hanya bisa menghambat kemajuan dan citra sekolah dihadapan sekolah dan guru yang lain. Sudah saatnya saya mundur.” Kata pak de singkat.

Ruangan guru tiba-tiba hening. Pak Rahmat hanya bisa memeluk Pak de.

“Maafkan kami dan maafkan KS. Kami juga heran dengan cara berpikir beliau. Apakah hanya karena ingin menunjukan kepada kepala sekolah lain, bahwa SD Negeri 1 Katapang ini telah melaksanan program pemerintah dengan mengenakan batik, pada hari batik nasional ini?”

“Sabar pak de yah. Kamipun sudah berusaha untuk mencegah beliau mengintruksikan hal seperti ini. Sekarang, yang kami khawatirkan sudah terjadi pak de.” Pelukan Pak Rahmat semakin membuat ruangan jadi hening. Tak terasa bulir-bulir jernih telah membasahi pipinya.

Pak de pun memeluk erat, serasa ini adalah pelukan terakhir beliau ada di sekolah ini. Beliau tidak ingin dipermalukan atau membuat guru yang lain bersiteru dengan gaya kebijakan yang agak aneh memang kalau dipaksakan.

Ditengah keheningan itu terdengarlah suara ketokan pintu dan salam.

“Tok... tok... tok...”

“Assalamu alaikum...” Rupanya Yusuf yang memberi salam ditemani oleh Abdullah.

“Waalaikum salam. Kenapa Yusuf? Bukankah jam istirahat sebentar lagi?” tanya Pak Jhon.

“Iya pak, kami Cuma datang untuk mengantarkan ini.” Sambil menyerahkan sesuatu kepada Jhon.

“Kotak doz apa ini Yusuf? ” ujar Pak Rahmat.

“Hadiah Kado kami untuk Pak de di hari batik Nasional. Kami kelas 6 sudah lama menabung untuk mengahdiahkan sesuatu untuk pak de, tapi kami tidak tau mau membelikan hadiah apa. Ini idenya Abdullah dan kawan-kawan untuk menghadiahkan batik. Semoga cocok dengan Pak de.” Ujar Yusuf menjelaskan.

Setelah dibuka ternyata satu bingkisan batik dengan motif mega mendung.

“Iya pak, ini batik khas Cirebon yang bermotif mega mendung dengan warna kebiruan yang kontras. Kami memesan ini di Om saya yang di Cirebon semenjak sebulan yang lalu. Setelah pak de mengajarkan kami pelajaran seni budaya. Salah satu pelajaran yang beliau sampaikan adalah tentang motif batik dan makna filosofisnya. Kami sengaja memesan motif ini karena sesuai dengan kepribadian pak de, Sabar, berkepala dingin dalam menghadapi masalah dan tidaak mudah marah.” Ujar Abdullah dalam menjelaskan isi hadiah yang telah dibuka oleh pak Rahmat itu.
“Pak de, ini hasil didikan pak de. Kami harap pak de jangan secepat ini untuk meninggalkan kami di sini.” Pak Jhon menyodorkan batik dari pak Rahmat sambil memeluk erat pak de. Mereka sambil berpelukan haru.

“Yah, terimakasih nak. Bapak tidak akan meninggalkan kalian. Bapak sudah anggap sekolah ini adalah rumah bapak dan kalian adalah anak dan keluarga bapak. Sekali lagi terimakasih.” Mereka sambil berangkul peluk.

*****

Selesai.
Selamat Hari Batik Nasional 2 Oktober 2018
 *****
 
 Diposting di Rate-Rate, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara
di Teras Masjid Rate-Rate.
Pukul 19.59 
Dalam Safar menemani Jamaah Pakistan