By
Mujiburrahman
Al-Markazy
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin,
senantiasa kita penjatkan kehadirat Allah swt, yang telah mencurahkan segala
nikmat dan karunia untuk kita. Sehingga pada kesempatan yang mulia ini kita
tetap diberikan taufik dan kesempatan emas untuk bersama orang-orang yang ruku
dan sujud kepada-Nya. Sebagaimana perintah-Nya, “warka’u ma’a raki-in.”
وَارْكَعُواْ مَعَ
الرَّاكِعِينَ
“Ruku’lah
bersama dengan orang-orang yang ruku.” (QS. Al-baqarah: 43).
Ini suatau nikmat besar. Tiada nikmat yang lebih indah daripada nikmat mentaati
Allah, dan tiada musibah yang lebih hebat daripada sibuk dalam kedurhakaan
kepada Allah.
Shalwat dan salam
senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kekasih kita Rasulullah saw. Teladan dan
pengorbanan yang ditorehkan tidak akan bisa dibalas, sehingga Dia sendiri yang
membalasnya. Bahkan tidak ada pujian yang bisa melebihi pujian Allah kepada
engkau ya Rasulullah. Allah sendiri bershalawat dan memerintahkan kita untuk
bershalawat kepada beliau. “Innallaha
wamalaa ikatahu yushalluna ‘alan Nabi. Yaa ayyuhal ladzina aamanu shallu ‘alaihi
wasallimu tasliima.”
إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya
Allah swt dan para malaikat-Nya bershalawat kepadanya. Wahai orang-orang yang
beriman bershalawatlah kamu dan berkirim salam kepadanya.”
(QS. Al-Ahzab: 56)
“Allahumma Sholli ‘ala Sayyidina Muhammad wa’ala aali sayyidina
Muhammad.”
Sebagai khatib,
senantiasa mengingatkan diri pribadi dan kepada jamaah sekalian untuk
senantiasa meningkat iman dan takwa kepada Allah swt. Hanya dengan itu saja,
seseorang akan mencapai derajat kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat. “Inna akramakum ‘indallahi atqaakum.”
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling takwa diantara
kamu.” (QS. Al-Hujrat: 13).
Hadirin sidang jamaah
Jumat yang berbahagia.
Dewasa ini, kita
dihadapkan dengan berbagai hantaman dan pergolakan.terkadang satu perkara
remeh, perbedaan siapa yang diususng atau di jagokan baik dalam pilpres, pileg,
pilgub dan pilbub naanti. Banyak yang telah melakukan perkara yang telah keluar
dari jalur yang sharusnya. Saling caci, saling hina, merasa benar sendiri,yang
lain mutlak salah adalah telah menjadi pemandangan keseharian kita sebagai
masyarakat yang berbangsa dan berdemokrasi.
Tidak hanya sampai di
situ, persekusi orang yang menjadi lawan politik. Menjatuhkan, mengancam dan
berbagai macam upaya yang tidak seharusnya ditampilkan oleh seorang yang
beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan yang telah tertuang dalam
dasar-dasar negara kita.
Jauh sebelumnya, belum
lagi kering luka lama, perbedaan pandangan dan mazhab dalam mengamalkan
hukum-hukum agama. Perbedaan jalur periwayatan dan tafsir, perbedaan ulama
siapa yang dijadikan rujukan, juga telah mengambil warna tersendiri dalam
kehidupan beragama kita. Padahal jika ada perbedaan dalam hal amal, kita telah
memiliki panduan jelas.Allah mengingatkan, “Lanaa
i’maluna walakum a’maalukum.”
لَنَا أَعْمَالُنَا
وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amalan kami dan bagi kamu amalan mu.”
(QS. As Syura: 15) Sehingga jelas, ini bukan perkara yang perlu dipertentangkan
lagi.
Sifat belum dewasa yang
dipertontonkan dewasa ini menandakan bahwa kita sebagai masyarakat beragama,
kita sebagai bangsa telah berada di persimpangan jalan. Jika kita tidak memenej dan menata dengan
baik,potensi-potensi konflik yang ada dalam masyarakat kita, bukan tidak
mungkin kita akan saling membunuh dan menghancurkan sesama umat Islam atau
setidaknya sesama anak bangsa. Miris. Kita, yang dalam sanubari dan darah daging
kita telah mengalir darah toleransi yang begitu besar. Para tokoh kita baik
pembawa dan pemuka agama maupun para peletak pondasi negara ini telah menjadi
contoh yang nyata. Bagaimana perjanjian hudaibiyah yang dibuat oleh Nabi saw,
demi merangkul semua, walaupun dalam butir-butir perjanjian seolah kaum
muslimin dalam keadaan terzalimi. Jika diperhitunghkan dengan matematika
perang, tahun ke-7 hijriyah kala itu, umat Islam bisa menang. Kenapa Nabi saw,
memilih jalur damai yang seolah merugikan pergerakan umat Islam sendiri.
Nabi saw, punya
keluasan hati dan kedalam budi serta ahli strategi yang jitu. Hanya dalam kurun
waktu tiga tahun mengalah, telah tampaklah bukti kemenangan dengan fathul
Makkah secara damai. Pembukaan kota Makkah secara elegan. Kaum muslimin menang
tanpa ada yang kalah.
إِذَا جَآءَ نَصْرُ
اللهِ وَالْفَتْحُ
وَرَأَيْتَ
النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِى دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ
رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan
engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah
dalam dengan Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha
Penerima tobat.” (QS. An Nashr:
1-3)
Allah menjelaskan dengan gamblang,
bahwa ketika kemenangan telah dibukakan, nampaklah orang masuk ke dalam Islam
dengan damai, berbondong-bondong. Ini akibat dari pengorbanan yang besar bukan
hanya dari Nabi saw, tapi juga dari para sahabat yang menahan hati untuk tetap
tunduk kepada isi perjanjian Hudaibiyah yang berat sebelah itu. Buah dari
kesabaran dan menahan hawa nafsu agar tidak bertikai adalah perkara yang lebih
berat dari sekedar berperang dengan perang fisik. Karena yang kita hadapi bukan
orang lain, akan tetapi gemuruh yang meronta di dalam jiwa, ditahan dan
dikendalikan. Bukan hanya pada satu waktu saja, tapi kapan saja bisa
terjadi.inilah perang melawan hawa nafsu sendiri.
Sekarang jika, kita sebagai anak
negeri saling beradu jotos, maka yang menang adalah kaum penjajah. Jangan salah,
bahwa dengan ketidak pekaan kita masalah persatuan akan memudahkan para
musuh-musuh bangsa untuk memporak-porandakan kita. Ketika kita ribut dan
bertikai dia akan datang membawa bensin untuk disramkan pada bara amarah yang
sedang membara. Ketika pertikaian dan pertumpahan darah terjadi akan nampak
yang kalah. Yang menangpun akan nampak sempoyongan barulah dia datangkan agresi
untuk membersihkan kita semua.jadilah bangsa yang terjajah kembali. Lihat saja,
bagaiamana pertikaian sesama anak bangsa di Mesir, Syiria dan beberapa negara
Arab sebelumnya. Sekarang yang ada tinggalah pemimpin boneka, dengan gaya
memukul menggunakan tangan orang lain inilah yang akan diterapkan pada semua
negeri oleh para penjajah. Baik penjajah yang yang berasal dari barat yang
dimotori oleh ideologi liberal barat maupun penajajah dari timur dengan
ideologi komunis. Bukankah kedua ideologi ini yang memiliki hak veto pada
Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Wahai saudara muslim sekalian,
berhentilah ribut sesama kawan sendiri, sesama tetangga, sendiri, carilah jalan
tengah dan berdialog dengan santun untuk membangun pilar-pilar demokrasi dan
membangun kesatuan umat yang kokoh. Kepada orang yang beda agama saja, Allah
perintahkan untuk ajak mereka diskusi dengan mencari poin-poin persamaan bukan
memperlebar jurang perbedaan.
قُلْ يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا
نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا
بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا
بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah:
"Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah".
Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa
kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS.
Al-Imran: 64).
Dialog untuk mencari persamaan. Persamaan diantaranya,
bahwa kita sepakat tidak ada tuhan yang penciptakan kami dan kalian, langit dan
bumi. Dialah tuhan yang satu, Allah. Kita tidak akan menyembah tuhan yang lain
selain tuhan yang satu itu. Jika dalam diskusi tidak didapati satu kesepakatan.
Ada rambu-rambu lain yang harus kita tempuh dalam beragama kita.
قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ
مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
“Katakanlah: Hai orang-orang
kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Jamaah Jumat Rahimakmullah.
Toleransi kita jelas kita beri kesempatan yang
seluas-luasnya kepada orang lain sesuai keyakinan dan agama mereka
masing-masing. Sebagaimana dalam Al-Baqarah, ayat 226, setelah ayat kursi. Menyebutkan.
“Laa ikraha fid diin.” Tidak ada
paksaan dalam mengamalkan agama. Setiap orang kita beri ruang dan waktu dalam
menjalankan ibadahnya masing-masing, tapi kita tidak perlu kebablasan dengan
harus ikut-ikutan menyembah tuhan lain atau mengikuti dan turut serta dalam
ibdah orang lain. Stressing dan
penekanannya jelas. Silahkan kalian lakukan sesuai dengan ibdah kamu
masing-masing, tapi kami tidak berpartisipasi. Sebagaimana, kalian juga tidak
akan berpartisipasi dalam menyembah bersama kami.
Semoga dengan khutbah Jumat yanag singkat ini. Agar senantiasa
teralin semangat persatuan dalam menjalankan perintah-perintah Allah. Sebagaimana
Dia sendiri mensyaratkan hanya dengan persatuan dan tidak bercerai berai dalam
bingkai ukhuwah Islamiah kita akan terjaga keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ
اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran:103).
Wanggudu, Asera,
Sulawesi Tenggara
Jumat,
31 Agustus, 2018, pukul 11:55