Follower

Thursday, August 30, 2018

Khutbah Jum’at Hari Ini: Mengentaskan Badai Perbedaan




By
Mujiburrahman Al-Markazy

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, senantiasa kita penjatkan kehadirat Allah swt, yang telah mencurahkan segala nikmat dan karunia untuk kita. Sehingga pada kesempatan yang mulia ini kita tetap diberikan taufik dan kesempatan emas untuk bersama orang-orang yang ruku dan sujud kepada-Nya. Sebagaimana perintah-Nya, “warka’u ma’a raki-in.
وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku.” (QS. Al-baqarah: 43). Ini suatau nikmat besar. Tiada nikmat yang lebih indah daripada nikmat mentaati Allah, dan tiada musibah yang lebih hebat daripada sibuk dalam kedurhakaan kepada Allah.

Shalwat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kekasih kita Rasulullah saw. Teladan dan pengorbanan yang ditorehkan tidak akan bisa dibalas, sehingga Dia sendiri yang membalasnya. Bahkan tidak ada pujian yang bisa melebihi pujian Allah kepada engkau ya Rasulullah. Allah sendiri bershalawat dan memerintahkan kita untuk bershalawat kepada beliau. “Innallaha wamalaa ikatahu yushalluna ‘alan Nabi. Yaa ayyuhal ladzina aamanu shallu ‘alaihi wasallimu tasliima.” 

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah swt dan para malaikat-Nya bershalawat kepadanya. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu dan berkirim salam kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Allahumma Sholli ‘ala Sayyidina Muhammad wa’ala aali sayyidina Muhammad.

Sebagai khatib, senantiasa mengingatkan diri pribadi dan kepada jamaah sekalian untuk senantiasa meningkat iman dan takwa kepada Allah swt. Hanya dengan itu saja, seseorang akan mencapai derajat kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat. “Inna akramakum ‘indallahi atqaakum.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling takwa diantara kamu.” (QS. Al-Hujrat: 13).

Hadirin sidang jamaah Jumat yang berbahagia. 

Dewasa ini, kita dihadapkan dengan berbagai hantaman dan pergolakan.terkadang satu perkara remeh, perbedaan siapa yang diususng atau di jagokan baik dalam pilpres, pileg, pilgub dan pilbub naanti. Banyak yang telah melakukan perkara yang telah keluar dari jalur yang sharusnya. Saling caci, saling hina, merasa benar sendiri,yang lain mutlak salah adalah telah menjadi pemandangan keseharian kita sebagai masyarakat yang berbangsa dan berdemokrasi.
Tidak hanya sampai di situ, persekusi orang yang menjadi lawan politik. Menjatuhkan, mengancam dan berbagai macam upaya yang tidak seharusnya ditampilkan oleh seorang yang beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan yang telah tertuang dalam dasar-dasar negara kita.
Jauh sebelumnya, belum lagi kering luka lama, perbedaan pandangan dan mazhab dalam mengamalkan hukum-hukum agama. Perbedaan jalur periwayatan dan tafsir, perbedaan ulama siapa yang dijadikan rujukan, juga telah mengambil warna tersendiri dalam kehidupan beragama kita. Padahal jika ada perbedaan dalam hal amal, kita telah memiliki panduan jelas.Allah mengingatkan, “Lanaa i’maluna walakum a’maalukum.
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amalan kami dan bagi kamu amalan mu.” (QS. As Syura: 15) Sehingga jelas, ini bukan perkara yang perlu dipertentangkan lagi. 

Sifat belum dewasa yang dipertontonkan dewasa ini menandakan bahwa kita sebagai masyarakat beragama, kita sebagai bangsa telah berada di persimpangan jalan. Jika kita tidak memenej dan menata dengan baik,potensi-potensi konflik yang ada dalam masyarakat kita, bukan tidak mungkin kita akan saling membunuh dan menghancurkan sesama umat Islam atau setidaknya sesama anak bangsa. Miris. Kita, yang dalam sanubari dan darah daging kita telah mengalir darah toleransi yang begitu besar. Para tokoh kita baik pembawa dan pemuka agama maupun para peletak pondasi negara ini telah menjadi contoh yang nyata. Bagaimana perjanjian hudaibiyah yang dibuat oleh Nabi saw, demi merangkul semua, walaupun dalam butir-butir perjanjian seolah kaum muslimin dalam keadaan terzalimi. Jika diperhitunghkan dengan matematika perang, tahun ke-7 hijriyah kala itu, umat Islam bisa menang. Kenapa Nabi saw, memilih jalur damai yang seolah merugikan pergerakan umat Islam sendiri. 

Nabi saw, punya keluasan hati dan kedalam budi serta ahli strategi yang jitu. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun mengalah, telah tampaklah bukti kemenangan dengan fathul Makkah secara damai. Pembukaan kota Makkah secara elegan. Kaum muslimin menang tanpa ada yang kalah. 

إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِى دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dalam dengan Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.” (QS. An Nashr: 1-3)

Allah menjelaskan dengan gamblang, bahwa ketika kemenangan telah dibukakan, nampaklah orang masuk ke dalam Islam dengan damai, berbondong-bondong. Ini akibat dari pengorbanan yang besar bukan hanya dari Nabi saw, tapi juga dari para sahabat yang menahan hati untuk tetap tunduk kepada isi perjanjian Hudaibiyah yang berat sebelah itu. Buah dari kesabaran dan menahan hawa nafsu agar tidak bertikai adalah perkara yang lebih berat dari sekedar berperang dengan perang fisik. Karena yang kita hadapi bukan orang lain, akan tetapi gemuruh yang meronta di dalam jiwa, ditahan dan dikendalikan. Bukan hanya pada satu waktu saja, tapi kapan saja bisa terjadi.inilah perang melawan hawa nafsu sendiri. 

Sekarang jika, kita sebagai anak negeri saling beradu jotos, maka yang menang adalah kaum penjajah. Jangan salah, bahwa dengan ketidak pekaan kita masalah persatuan akan memudahkan para musuh-musuh bangsa untuk memporak-porandakan kita. Ketika kita ribut dan bertikai dia akan datang membawa bensin untuk disramkan pada bara amarah yang sedang membara. Ketika pertikaian dan pertumpahan darah terjadi akan nampak yang kalah. Yang menangpun akan nampak sempoyongan barulah dia datangkan agresi untuk membersihkan kita semua.jadilah bangsa yang terjajah kembali. Lihat saja, bagaiamana pertikaian sesama anak bangsa di Mesir, Syiria dan beberapa negara Arab sebelumnya. Sekarang yang ada tinggalah pemimpin boneka, dengan gaya memukul menggunakan tangan orang lain inilah yang akan diterapkan pada semua negeri oleh para penjajah. Baik penjajah yang yang berasal dari barat yang dimotori oleh ideologi liberal barat maupun penajajah dari timur dengan ideologi komunis. Bukankah kedua ideologi ini yang memiliki hak veto pada Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Wahai saudara muslim sekalian, berhentilah ribut sesama kawan sendiri, sesama tetangga, sendiri, carilah jalan tengah dan berdialog dengan santun untuk membangun pilar-pilar demokrasi dan membangun kesatuan umat yang kokoh. Kepada orang yang beda agama saja, Allah perintahkan untuk ajak mereka diskusi dengan mencari poin-poin persamaan bukan memperlebar jurang perbedaan. 

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Al-Imran: 64). 

Dialog untuk mencari persamaan. Persamaan diantaranya, bahwa kita sepakat tidak ada tuhan yang penciptakan kami dan kalian, langit dan bumi. Dialah tuhan yang satu, Allah. Kita tidak akan menyembah tuhan yang lain selain tuhan yang satu itu. Jika dalam diskusi tidak didapati satu kesepakatan. Ada rambu-rambu lain yang harus kita tempuh dalam beragama kita. 

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

“Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)

Jamaah Jumat Rahimakmullah.

Toleransi kita jelas kita beri kesempatan yang seluas-luasnya kepada orang lain sesuai keyakinan dan agama mereka masing-masing. Sebagaimana dalam Al-Baqarah, ayat 226, setelah ayat kursi. Menyebutkan. “Laa ikraha fid diin.” Tidak ada paksaan dalam mengamalkan agama. Setiap orang kita beri ruang dan waktu dalam menjalankan ibadahnya masing-masing, tapi kita tidak perlu kebablasan dengan harus ikut-ikutan menyembah tuhan lain atau mengikuti dan turut serta dalam ibdah orang lain. Stressing dan penekanannya jelas. Silahkan kalian lakukan sesuai dengan ibdah kamu masing-masing, tapi kami tidak berpartisipasi. Sebagaimana, kalian juga tidak akan berpartisipasi dalam menyembah bersama kami. 

Semoga dengan khutbah Jumat yanag singkat ini. Agar senantiasa teralin semangat persatuan dalam menjalankan perintah-perintah Allah. Sebagaimana Dia sendiri mensyaratkan hanya dengan persatuan dan tidak bercerai berai dalam bingkai ukhuwah Islamiah kita akan terjaga keimanan dan ketakwaan kepada Allah. 

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran:103).


                                                                                    Wanggudu, Asera, Sulawesi Tenggara
                                                                                    Jumat, 31 Agustus, 2018, pukul 11:55

Pembentukan Karakter II (Lingkungan)




By
Mujiburrahman Al-Markazy

Dalam pertemuan di Padang Arafah itu, telah berkumpul jutaan manusia. Berbagai latar belakang telah menghiasi padang itu. Setiap tahunnya, tidak berkurang malah akan melebihi kapasitas, jika tidak dibatasi dari tamu-tamu tiap negara itu. Himpunan jutaan manusia itu, datang dengan satu tekad yang sama. Untuk menjaga dan meneruskan misi Ilahi dari Sang Khalil Allah, Ibrahim as. Di lautan manusia itu telah berkumpul berbagai tokoh bangsa-bangsa dunia. Ada politisi, juragan, ulama, mantan preman alias preman insaf. Semua dengan satu titik heningan yang sama, menghadap Ilahi Rabbi. Mengakui kelemahan sifat kemanusiaannya. Dalam pada itu, hilanglah egoisme, merasa keakuan, merasa hebat sendiri. Sirna saat itu. 

Dengan pakaian ihram yang serupa dengan warna putih yang menghampar jua. Membuat suasana hati menjadi bercampur biru. “Ya Allah si makhluk hina dan durjana ini datang bersimpuh kepada-Mu. Terlalu banyak dosa dan alpaku kepada-Mu. Telah menggunung tinggi menjulang dosa hamba. Seandainya bukan Engkau tuhanku. Mungkin, tak dapat dimaafkan dosa ku. Tapi, hamba yakin yang ku datangi adalah Zat Yang Maha Pengampun. Yang mengampuni semua dosa. Maafkanlah hamba yang tak tau diri ini. Tidak henti-hentinya hamba melakukan dosa, disaat yang sama kenikmatan dari-Mu senantiasa hamba teguk. Mau cari dimana lagi pengampunan, kecuali hanya dari sisi-Mu.”

Yang jadi pertanyaan, mengapa begitu mudahnya seseorang hatinya tersentuh kepada Allah ketika menjalani tawaf atau wukuf di Arafah kala itu. Tidak jarang, hati menjadi sunyi ditengah lautan manusia. Sampailah pada puncak ma’rifah, pengenalan sejati dan keakraban yang tidak terukur. Titik spiritual yang begitu tinggi. Antara hamba dengan penciptanya tidaklagi dapat dipisah. Walaupun jasadnya berada tenggelam dalam lautan manusia. Tapi jiwanya hanya bersama dan bersimpuh ‘di depan’ Allah. Penghambaan diri yang sejati. Keakraban dan kemesraan hubungan hanya dia dengan Allah saja yang tau. Isyarat-isyarat hati, hanya pencinta dan pemilik cinta yang mengetahui. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Walillahil hamdu. 

Entah siapa saja, jika hadir pada nuansa ketaatan cenderung akan membentuk pribadi manusia itu menjadi takwa. Apalagi manusia yang berasal dari tanah. Allah Sampaikan khalaqahu min thurab, “Manusia diciptakan dari tanah liat kering. Yang namanya sifat tanah, pasti dia akan terkondisikan dengan keadaan yang berlaku. Apalagi tanah liat. Jika, diguyur hujan, akan becek dan berlumpur. Jika dihantam panas akan kering dan berdebu. Itulah tanah, senantiasa tersuasana dengan lingkungan sekitar. Begitulah sifat manusia, akan berubah mengikuti keadaan suasana dan zaman dimana ia tinggal. 

Buakan hanya itu, apa saja yang tumbuh di atas tanah, kebanyakan akan tersuasana dengan keadaan dan kondisi yang terjadi. Allah juga menceritakan tentang keadaan tanaman dengan posisi yang strategis akan melahirkan hasil yang bagus. Walaupun ayat itu menceritakan tentang perumpamaan Allah tentangorang yang berinfak di jalan Allah selain akan mendatangkan keridhoan Allah juga, ia berniat untuk memperkokoh jiwanya, membuat ia semakin yakin dengan janji dan jaminan Allah. Walaupun ayat itu adalah kiasan dari sifat dan kebaiakan bagi pelaku infak tadi, tapi ada satu sisi menarik tentang benda yang Allah jadikan sebagai bahan umpamaan. Dia adalah posisi tanaman yang berada di atas dataran yang tinggi atau bukit atau sejenisnya. Ayat tersebut menceritakan betapa posisi dan kondisi dari suatu tanaman itu akan memanen hasil yang berlipat ganda daripada tidak diposisikan seperti itu. 

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 256). 

Kondisi dan suasana membentuk keadaan pribadi dan jiwa seseorang. Orang yang tinggal dikalangan perokok, maka dia akan tersuasana dengan lingkungan di sekitarnya. Jika dia seorang perokok yang baru mau belajar untuk meninggalkan rokok, ia bisa saja terbawa dalam suasana rokok. Bisa saja akan cenderung merokok lagi. Walaupun seumpama ia tetap teguh tidak merokok, tapi ada satu perkara yang membuat ia harus terkontaminasi dengan asap dan bau rokok tersebut. Bahkan sebagian dokter mengatakan bahwa, lebih berbahaya seorang perokok pasif daripada perokok aktif itu sendiri. Orang yang tidak merokok cenderung lebih rentan dari pada perokok itu sendiri. Demikianlah suasana membentuk dan mempengaruhi keadaan fisik, maupun psikologi. 

Orang yang tidak pernah kenal dunia pacaran, umpamanya. Ia bergaul dan hidup dalam dunia kawan-kawannya pada pacaran. Walaupun ia belum langsung berpacaran maka, minimal ia akan lahir dalam dirinya berandai-andai, “Mungkin bagus juga kalau saya pacaran?” Sejauh hasil kontemplasi dari penulis. Bahwa, rasa-rasanya, anak-anak gadis dan remaja masa kini, ibu-ibu atau bahkan sampai eyang-eyang sekalipun, tidak pernah diseru untuk menggunakan pakaian ketat dan mengumbar aurat oleh para artis barat atau pesinetron televisi kita. Tapi, saksikanlah dengan mata kepala sendiri, bahwa seakan merata pakaian ketat yang mempertontonkan aurat dengan bangganya hadir dari kota sampai ke pelosok, mulai dari bocah bau kencur samapai oma yang hampir masuk kubur, semua merasa nyaman tanpa merasa risih dengan apa yan mereka pakai. Naudzubillah. Inilah efek dari suatu kondisi dan lingkungan. 

Ini juga yang menjadi rahasia dari jamaah yang bergerak dari lorong ke lorong, pintu ke pintu. Dari desa ke desa, kota ke kota. Pulau ke pulau, samudra ke samudera dan dari negara ke negara. Betapa banyak orang menjadi berubah pola kehidupannya, dari pembunuh, peramapok, koruptor, sampai ke kejahatan yang tidak berperikamanusiaan dan melanggar norma-norma adat, agama, amaupun masyarakat, telah berubah kepribadiannya dalam kurun waktu yang singkat. Kadang walaupun cuman tiga hari, dari karakter preman berubah menjadi berkarakter ustadz. Dari karakter kasar, tidak jarang menjadi berkarakter santun dan lemah lembut. Bisa berubah dengan persentase perkiraan 90 % berubah. Wow, amazing. Allahu Akbar!

Ada sebuah kisah pada sebuah pertemuan yang akan digelar di Kakrail, Bangladesh. Pada pertemuan tahunan yang berhimpun seluruh para pekerja dakwah di seluruh dunia, di wilayah Tonggi, dekat sungai Biswa, Bangladesh. Pertemuan dakwah dengan jumlah pendatang dari seluruh dunia yang menyaingi jumlah manusia yang wukuf di padang Arafah itu telah banyak membawa cerita dan pelajaran tersendiri bagi orang yang mau mengambil pelajaran. Dikisahkan oleh seorang Syaikh, bernama Syekh Maulana Rabi’ul Haq, salah satu akabir atau petinggi dalam tatanan syuro dunia bagi pergerakan Jamaah ini. Beliau bertutur, ketika awal mula dulu dakwah, gerakan dakwah ini masih dicurigai dan dimata-matai. Setelah berjalan puluhan tahun di Negara Bangladesh itu, ada seorang intel yang dikemudian hari diketahui tinggal di salah satu hotel bintang lima di dekat masjid markaz Kakrail. 

Setelah diketahui adanya sorang intel yang selalu memantau dengan teropongnya ke dalam masjid. Para syuro kala itu bermusywarah agar ada yang jumpa dan bersilaturahim dengan orang tersebut. Setelah dijumpa ternyata ia bukan seorang yang muslim. Dibujuk, dirayu agar mau masuk ke dalam masjid markaz. Setelah ia masuk ke dalam markaz, ia melihat suasana yang sejuk, ada orang yang sibuk sujud, sholat, ta’lim saling memuliakan dan berkasih sayang, hatinya terenyuh, iapun larut. Kemudian menyatakan dirinya untuk masuk Islam. Setelah ia masuk Islam ia menjadi seorang muslim yang kuat dan menjadi seorang pekerja dakwah yang tangguh. 

Seperti itu pula, seorang Hindun di zaman Nabi saw, ia telah bersumpah, “Walaupun ia telah bersumpah tidak akan masuk ke dalam Islam sampai seluruh Onta di tanah Arab masuk Islam baru ia akan masuk Islam.” Ini suatu pernyataan kebencian yang sangat. Dapat kita baca betapa besar kebencian dan amarahnya kepada Islam dan orang-orang Islam, sampai ia sendiri yang memakan jantung dan hati dari paman Nabi saw, sendiri mentah-mentah. Ia sendiri yang merobek dada dari Hamzah ra, paman Nabi saw. Tapi, dengan bi’ah, suasana ketaatan yang kental di Makkah dan Madinah, maka Sang Hindunpun memeluk Islam. Ketika ditanyakan, “Wahai Hindun, bagaimana dengan sumpahmu, bahwa engkau tidak akan masuk Islam sampai seluruh onta Arab masuk Islam?” Ia menjawab, “Bukan saya yang masuk Islam, tapi islam yang masuk ke dalam sanubari saya.”

Demiianlah, kekuatan bi’ah, suasana ketaatan. Dengan bi’ah yang taat akan melahirkan manusia dan generasi yang taat. Maka, pe er kita adalah selain berusaha untuk membentuk ketaatan pada diri kita sendiri, kita senantiasa teguh dan sosialisasikan ketaatan untuk orang lain. Dengan, perkataan, perbuatan, mode dan sebagainya, sehingga tercipta bi’ah dan suasana ketaatan. Jika bi’ah dan suasana telah menjadi taat maka orang munafik pun akan datang untk melakukan sholat berjamaah walaupun dalam diri mereka menyimpan kekafiran dan penentangan yang sangat. Adapula dengan bi’ah dan suasana ketaatan yang kental bisa merubah musuh atau orang yang memusuhi Islam menjadi pahlawan-pahlawan Islam. Seperti Umar bin Khattab ra, yang menerima hidayah, disebebkan oleh suasana ta’lim di dalam rumah adek wanitanya. Semoga kita semua bisa menjadi ageng pembaharu kebaikan dan lingkungan kebaikan bagi diri sendiri dan menularkan kebaikan kepada lingkunan sekitar. Aammiin ya Rabbal ‘Alamin. 


                                                                          
                                                                            Wanggudu, Asera, Sulawesi Tenggara.
                                                                            Kamis, 30 Agustus 2018, Pukul 23.18 WITA
                                                                            Dikeheningan malam, bersama tasbih para jangkrik
                                                           


Saturday, August 25, 2018

Pembentukan Karakter I




By
Mujiburrahman Al-Markazy

Banyak sudah saya mendapatkan pertanyaan, bagaimana cara agar kita bisa konsisten dalam melakukan suatu kebaikan? Atau agar kita bisa terhindar dari adat dan tradisi buruk dari suatu masyarakat bagaimana caranya? Atau pertanyaan-pertanyaan yang memiliki maksud kuranag lebih sama. Berikut ini penulis akan menyampaikan cara yang lumayan jitu tapi simpel, insya Allah. Semoga Allah mudahkan.

Sebenarnya rumusan dalam bergaul telah dijelaskan dengan gamblang kepada kita dalam Islam. Setelah penulis melakukan beberapa perenungan dengan mengingat kembali nasehat dari tetua dalam perkara agama, dari para alim ulama. Nasehat-nasehat mereka laksana oase pada padang tandus nan kering kerontang. Adalah suatu anugerah besar mendengarkan nasehat para tetua agama itu. Ada satu ayat yang menarik perhatian penulis. Berikut ini penulis sertakan. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allâh, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar”  (QS. At-Taubah: 119)

Perintah takwa, jelas. Cuman bagaimana agar takwa itu mudah kita raih, ternyata sudah disampaikan pula oleh Allah swt, pada ayat yang sama. Yah, wakunu ma’a shadiqiin, senantiasa bersama dengan orang-orang yang benar. Siapa orang-orang yang benar itu. Kata shodiqiin adalah kata yang menunujukan bentuk jamak dari shiddiq. Kita tau dalam Islam ada seorang pemuda yang menopang dakwah Nabi saw, dengan gigih, ketika masih banyak orang yang meragukan dakwahnya. Dia adalah Abu Bakar As-Shiddiq, alias Abu Bakar sang Pembenar.

Ketika peristiwa Isra’ dan mi’raj yang spektakuler. Abu Bakar ra, membenarkan tanpa mempertimbangkan logika. Ini sesuai logika atau tidak. Pagi itu, Abu Bakar ra, didatangi oleh Abu Jahal yang terkenal ahli logika dan seorang pembesar Quraisy. Ia tokoh terkenal, sebenarnya jenius, maksudnya pintar, ia dikenal dengan sapaan Abul Hakam, Bapak yang bijaksana. Ia datangi Abu Bakar ra pagi itu. Ia memiliki kesempatan emas dan jurus yang tepat untuk mengajak Abu Bakar ra untuk meninggalkan pemahaman Muhammad. Ia memulai langkahnya dengan membuka pembicaraan, “Hari ini masyarakat kota Makkah dihebohkan dengan pernyataan seorang pemuda Quraisy. Ia menyampaikan bahwa tadi malam ia dari Makkah, terus sampai di Palestina dan langsung ke langit yang ketujuh, kemudian kembali lagi ke Makkah sebelum subuh. Kamu percaya nggak?” Ia berharap Abu Bakar mengatakan tidak, sehingga konsekuensinya ia menjadi kafir alias ingkar kepada Muhammad.

Abu Bakar ra, adalah orang cerdik. Ia tidak langsung menjawab. Ya atau tidak, percaya atau ingkar. Ia bertanya “Siapa yang berucap seperti itu?” Abu Jahal dengan nada meremehkan ia mengatakan, “Hem, ia adalah sahabatmu Muhammad.” Maka Sayyidina Abu Bakar ra, berujar, “Seandainya Muhammad mengatakan dengan cerita yang lebih menakjubkan lagi dari itu. Pasti saya mempercayainya dengan mantap.” Dialah Abu bakar ra, tidak sedikitpun ada keraguan. Dialah, As-Shiddiq. Gelar yang ia perolehbuah dari keimanan dan Ilmu dan mata hati yang dalam dalam memahami sesuatu.

Allah perintahkan agar senantiasa bergaul dengan para shdiqiin, sahabat-sahabat yang memiliki pemahaman agama dan keimanan yang mantap. Ada satu nasehat Nabi Saw, tentang bagaimana kita selektif dalam memilih sahabat. Nabi saw, mengumpamakan sahabat yang baik itu seperti penjual minyak wangi. Walaupun belum tentu kita akan diberikan parfum tersebut, tapi minimal dengan berdekatan dengannya, kita akan memperoleh aroma kesegaran dari parfum jualannya. Ketika kita berjabat tangan, maka aroma parfum akan lengket pada tangan kita. Serta Nabi saw, mengumpamakan bersahabat dengan orang yang buruk akhlak dan perangainya adalah seperti bersahabat dengan pandai besi. Walaupun kita tidak mendapatkan percikan bunga api dari tumbukan besi yang dibakar tersebut, kita minimalnya akan mendapatkan asap dan uap panasnya.

Demikianlah bergaul akan memberikan efek yang tidak sedikit kepada sahabat lainnya. Suatu ketika Sayyidina Ali ra, pernah bertutur tentang bagaimana bersahabat, “Kalau kamu ingin melihat keadaaan agama seseorang, lihatlah siapa sahabat bergaulnya.” Seseorang itu akan nampak seperti sahabatnya.

Mulanya Cahyono, sahabat Almarhum Hi. Jojon adalah seorang kristen yang taat. Tapi, pengaruh pergaulannya dalam dunia kerja. Walaupun hanya melalui profesinya sebagai seorang pelawak yang tergabung dalam Jayakarta Grup, hidayah telah menyapa dalam hidupnya. Ia memiliki tiga sahabat yang taat dalam melaksanakan Islam, Alm. Jojon, Uu dan Ester. Jojon termasuk yang paling paham tentang islam karena ia adalah salah satu alumni Pesantren Wanaraja, Garut, Jawa Barat.

Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah. Ia memecat dan mengganti semua orang-orang yang dekat dengan Hajjaj bin Yusuf. Hajaj bin Yusuf adalah seorang menteri pertahanan di zaman Khalifah Malik bin Marwan pada dinasti Bani Umayah. Ia walaupun seorang pecinta Al-Qur’an, tapi jika dibandingkan dengan menteri-menteri di zamannya. Dia termasuk tipe pemimpin yang zalim.

Ketika khalifah memecat semua orang yang menjadi bawahan dekat Hajjaj bin Yusuf, ada seorang lelaki paruh baya datang untuk menghadap Khalifah Umar ra. Ia mengatakan sebagai bentuk pembelaan dirinya bahwa ia hanya menjabat singkat saja pada masa pemerintahan Hajjaj. Apa kata Sang Khalifah, “Cepat atau lama, satu harikah atau kurang dari sehari, itu sudah cukup bagiku untuk memecat engkau.” Ini bukan masalah ‘dendam politik’ sebagaimana kaum haters yang berkembang belakangan ini. Keputusan dari sang khalifah adalah apabila sesorang dengan mudahnya menjalankan kebijakan pembantaian yang dilakukan oleh Hajjaj kepada sekian banyak ulama adalah suatu kezaliman. Sebab sebagaimana sebuah kaidah menyebutkan, “Ridha dengan suatu dosa adalah dosa.” Dengan bergaul akrab dengan para pendosa jika di dalam hati tidak merasa risih dengan dosa yang dilakukan oleh sebagian sahabat kita akan mempengaruhi karakter dan kepribadian seseorang itu. Jika karakter telah berubah, sedikit banyak akan mempengaruhi tindak-tanduk dalam berbuat dan bekerja. Inilah alasan mengapa sang khalifah langsung memecat tanpa perlu ragu dalam bertindak. Untuk membentuk pemerintahan yang bersih dari virus-virus kezaliman kala itu. 

Penulis tidak bermaksud untuk menyampaikan bahwa, tinggalkan sahabat kita sekarang ini, apabila masih buruk, bukan. Yang penulis maksudkan adalah jangan terlalu rapat bergaul dengan mereka. Jadi sekedar teman, bolehlah. Tapi, untuk menjadi sahabat karib, sebaiknya jangan. Penyebabnya adalah apabila suatu waktu kita akan memiliki masalah yang membutuhkan pandangan, arahan dan nasehat. Yang namanya sahabat, kita akan curhat dan mintai pendapat, jika dia tidak memiliki ilmu, keimanan yang kokoh dan memiliki hikmah yang luas. Maka, ia akan menyarankan dan memberikan masukan kepada sebuah kerusakan dan malah membuat keadaan semakin buruk.

Dengan memiliki sahabat yang baik. Ketika kita sedang malas dalam ibadah, kita akan tertarik untuk semangat dan giat beribadah hanya dengan melihat sahabat kita yang begitu tenang dalam ‘berdua-duaan’ dengan Allah. Ketika ada sahabat kita dengan begitu amanah mengembalikan uang kembalian yang lebih ketika berbelanja. Maka, sifat jujurnya itu akan membuat kita menjadi suka dan jatuh cinta kepada kejujuran. Dengan cinta kepada kejujuran, kitapun akan mulai menerapkan kejujuran dan kebaikan dalam kehidupan kita. Dimulai dengan cinta kepada kebaikan sesorang itu bisa membuat kita bisa ikut menjadi baik. Begitu pula, dengan kita takjub kepada keburukan dan brutalnya seseorang dalam kehidupan maka sedikit banyak akan merubah cara hidup kita dalam menatap kehidupan. Nabi saw, pernah menggambarkan kasta atau level-level kebaiakan dalam masyarakat.

  قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ
رواه بيهقى

 “Jadilah kamu orang alim (orang yang berilmu), atau orang yang sedang belajar (ilmu agama), atau jadilah orang yang senang mendengarkan ilmu, atau jadilah kamu orang yang mencintai (ketiga hal yang sudah disebut sebelumnya) dan janganlah kamu menjadi bagian dari kelompok kelima, nanti kamu menjadi orang yang celaka (maksudnya, menjadi kelompok pembenci 4 golongan yang sudah disebutkan).” (HR. Imam Baihaqi)

Nabi saw, menganjurkan minimalnya kita menjadi orang yang mencintai kebaikan sekecil apapun. Apalagi yang kita cintai adalah ulama, orang penuntut ilmu alias santri atau minimal mencintai jamaah yang senantiasa suka kumpul-kumpul duduk mendengarkan wejangan kebaikan-kebaikan. Jangan sekali-kali kita menjadi kelompok pembenci, Nabi saw, mewanti-wanti, nanti kita akan celaka.

Nabi saw, merekomendasikan bergaul dengan orang yang apabila kita melihat wajahnya mengingatkan kita kepada Allah. Mengapa bisa seperti itu, hanya dengan melihat wajahnya mengingatkan kita kepada Allah. Penyebabnya adalah dia telah memiliki hubungan khusus dengan Allah swt, kita mengenalnya dengan ciri khas itu. Seperti kita punya langganan apa begitu. Katakanlah kita memiliki langganan penjual bakso keliling, setiap hari dia akan mampir untuk menawarkan bakso kesukaan kita. Maka walaupun kita bertemu dia dalam keadaan tidak menjual bakso, dengan melihat wajahnya atau motor dagangannya atau apapun yang berhubungan dengan itu, maka  akan mengingatkan kita akan bakso yang gurih dan nikmat itu. “Dengan melihat wajahnya akan teringat bakso.”

Kemudia Nabi saw, melanjutkan ciri-ciri sahabat yang baik. Jika kamu mendengar pembicaraannya, ilmu kamu akan meningkat. Bayangkan, ini orang punya kebiasaan bercakap-dengan percakapan yang mendatangkan kedalaman pemahaman agama. Mendatangkan kedalaman tentang konsep bagaimana seharusnya melewati dunia yang fana. Pembicaraan yang mendatangkan hati menjadi jatuh cinta kepada Allah. Pembicaraan yang membuat hati semakin rindu dengan Rasulullah saw. Pembicaraan yang melahirkan adab dan peradaban yang tinggi. Subhanallah.

Nasehat nabi yang selanjutnya adalah, jika kamu melihat amalnya, maka kamu akan semakin rindu kepada kampung akhirat. Maka, semakin mengingatkan tentang akhirat. Begitu sibuk dan identiknya sahabat kita itu dengan warna akhirat, kita akan tertarik untuk terlibat dan terjun dalam amalan yang mendatangkan keridhaan Allah swt. Seperti Imam Syafi’i kecil, datang tengok ibunya, maksud hati ingin bermain. Ibunya sedang sibuk murajaah hafalan Qur’aannya, ke kamar depan maksud hati ingin bermain dengan paman. Eh, sang paman sibuk dengan muraja’ah kitab-kitab ulama salaf. Akhirnya, iapun mengambil Al-Qur’annya untuk dihafal. Demikianlah, Satu keteladanan lebih berarti daripada sekedar seribu syair dan pujian.



==================================================================
                                                                       

Punggolaka, Ahad, 26 Agustus
Kendari, Sulawesi Tenggara,
Di Masjid As-Salam 14: 36 WITA.
Ketika kawan sedang Istirahat Siang, selepas Musyawarah Dakwah Sultra.